Farid Hakim, Nick Vujicic-nya Indonesia

Kebetulan malam ini nonton acara Hitam Putih (1 April 2014), dan bintang tamunya menurut saya spesial banget. Seorang bocah difabel, tanpa tangan dan kaki yang sempurna seperti kebanyakan kita, namun setinggi langit cita-citanya. Farid Hakim Baihaqi Marwan namanya,  bocah sepuluh tahun yang bercita-cita menjadi da'i dan pintar berdakwah. Tak hanya itu, Hakim juga pandai berenang, main piano, bahkan bisa beladiri loh!

Farid Hakim Baihaqi Marwan, nama bocah ini
meski memiliki keterbatasan fisik, tak menghalanginya untuk menjadi  seorang bocah multitalenta dan penuh inspirasi
Tak salah kan, kalau saya menjulukinya Nick Vujicic-nya Indonesia? Tahu kan, seorang pemuda Australia yang -juga- tanpa tangan dan kaki yang sempurna, yang berkali-kali mencoba bunuh diri di usianya yang sangat muda, dan kini dia menjadi salah satu inspirator paling terkenal di dunia? Oke, kalau Anda nggak kenal, mungkin Anda orang baru di dunia ini, baru pindah dari dunia lain ya? #eh . . .
ini lhooo, Nick Vujicic. Bukan Hakim versi gede lho ya (sumber)
Saya nggak ingin menjelaskan panjang lebar tentang dua tokoh ini, namun hanya merasa tergelitik untuk bertanya pada diri saya sendiri (barangkali pembaca yang barusan nonton juga merasakan hal yang sama). Mereka berdua, tanpa dua tangan dan dua kaki, bisa melakukan banyak hal, yang seringkali tidak bisa kita (para pemilik tangan dan kaki lengkap) lakukan. Mereka mampu menginspirasi banyak orang, dan tak menyerah pada keterbatasannya. Mereka bisa hidup senormal kita, meski dengan segala keterbatasan mereka. Lalu bagaimana dengan kita, yang tercipta dengan organ tubuh yang lengkap dan sempurna? Apa yang sudah kita lakukan selama ini? Sudahkah kita bersikap tangguh menghadapi ujian? Seberapa sering kita menyerah hanya karena kerikil kecil, yang bahkan tak lebih dari menggores telapak kaki kita-yang 'deritanya' tak ada apa-apanya dibandingkan kehilangan, atau tidak memiliki kaki itu sendiri? Pertanyaan seharusnya bukan mampukah mereka yang memiliki keterbatasan itu hidup seperti kita, namun mampukah kita -yang alhamdulillah memiliki kelengkapan fisik sempurna- memiliki semangat hidup seperti mereka?
Coba, tanyakan itu pada masing-masing diri kita. Mungkin kita seringkali terlalu lemah, terlalu sering kehilangan semangat, terlalu sering berburuk sangka terhadap segala ketetapan-Nya atas kita yang tak sesuai keinginan kita, terlalu mengeluhkan 'mengapa aku tak seperti mereka yang lebih beruntung dariku', terlalu sering meremehkan kemampuan diri sendiri . . . Tak perlu kita tuliskan jawabannya di sini, cukup simpan di hati kita masing-masing, biarkan sikap kita ke depan nanti yang jadi jawabannya :)

Satu kutipan dari sang host yang memiliki selera gaya rambut seperti saya di akhir acara (kurang lebih terdengar seperti ini),

"...mungkin Tuhan memberi kita dua tangan, satu untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sendiri dan yang satunya untuk membantu orang lain..."
(oleh Deddy Corbuzier, pada talkshow Hitam Putih 1 April 2014 disiarkan di Trans 7)

*buat pembaca yang juga kaskuser, artikel ini juga saya post di kaskus

Komentar