Kasasi: Korupsi dalam Pandangan Islam (2)

Dalam postingan sebelumnya, penulis telah membahas mengenai hakikat korupsi dalam pandangan Islam, yakni mengenai perbedaannya dengan mencuri. Akibatnya, pelaku korupsi tidak dapat dihukumi seperti kita menghukumi pencuri. 

'Lalu bagaimana dong?', begitu mungkin pikir pembaca.

Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, 

“Orang yang mengkhianati amanah yang dititipkan kepadanya tidaklah dipotong tangannya“. (HR. Tirmidzi Dan Dihasankan Oleh Al-albani)

Dalam Islam, dikenal hukuman ta'zhir, yakni hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku sebuah kejahatan yang sanksinya tidak ditentukan oleh Allah, karena tidak terpenuhinya salah satu persyaratan untuk menjatuhkan hukuman hudud (semisal, potong tangan pada pencuri). Sebagaimana kita bahas dalam postingan terdahulu, kasus korupsi tidak sama definisinya dengan mencuri. Sehingga, tidak dapat diberlakukan hukuman potong tangan. 

Nah, jenis hukuman ta’zir terhadap koruptor diserahkan kepada ulil amri (pihak yang berwenang) untuk menentukannya. Bisa berupa hukuman fisik, harta, kurungan, moril, dan lain sebagainya, yang dianggap dapat menghentikan keingingan orang untuk berbuat kejahatan. Dalam satu riwayat, Khalifah Utsman bin Affan pernah memenjarakan Dhabi bin Al-Harits karena melakukan suatu pencurian yang tidak memenuhi persyaratan untuk dipotong tangannya, karena barang yang dicuri tidak berada dalam penjagaan yang layak. 


Sabda Nabi ShallallahuAlaihi Wa Sallam

Setiap tangan yang mengambil barang orang lain yang bukan haknya wajib menanggungnya hingga ia menyerahkan barang yang diambilnya“. (HR. Tirmidzi)

Jadi, seorang koruptor diwajibkan mengembalikan uang negara yang diselewengkannya, termasuk aset-aset yang dimiliki dapat disita jika hutangnya belum lunas, ditambah denda sekian kali dari nilai uang yang dikorupsinya.
'Maka dalam hal ini, bolehkah negara menetapkan hukuman mati bagi koruptor?', begitu mungkin pertanyaan sebagian pembaca.

Dalam Islam, dikenal ada beberap jenis hukuman pidana, yakni: 
  • Uquubah Badaniyah (Sanksi Fisik, semisal dihukum mati, disalib, dicambuk, dipotong tangan, dirajam)
  • Uquubah Huriyah (Sanksi Kemerdekaan, semisal dipenjara, diasingkan)
  • Uquubah Nafsiyah (Sanksi Moral, semisal dipermalukan di muka umum)
  • ‘Uquubah Maaliyah (Sanksi Harta, semisal denda, penyitaan aset)
Dengan ini, maka hukuman mati bagi koruptor yang telah merugikan negara dan masyarakat, dapat dibilang tidak bertentangan dengan tujuan hukum dalam Islam dan sesuai dengan ajaran Al-Qur'an. Dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 32, Allah SWT berfirman:

مَن قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً وَلَقَدْ جَاءتْهُمْ رُسُلُنَا بِالبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيراً مِّنْهُم بَعْدَ ذَلِكَ فِي الأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ -٣٢-
"Bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya rasul kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi". 


Maka, melihat kemudharatan yang begitu besar dampak dari perbuatan korupsi, hukuman yang ideal adalah denda untuk mengembalilkan aset negara yang dikorupsi berikut denda, hingga hukuman mati agar tidak dilakukan korupsi terus-terusan dan mencegah orang lain yang akan melakukan tindak pidana korupsi, diperbolehkan dalam Islam. Wallahu'alam bish showab.

Semoga bermanfaat bagi kita semua, dan semoga kita termasuk orang-orang yang dijaga oleh Allah dari perbuatan tersebut, aamiin. . .

(materi presentasi dapat diunduh di sini, video dapat diunduh di sini)

Komentar