Dasar-dasar Aqidah Bikin Pemahaman Agama Lebih Mudah

Khotbah Jumat kemarin siang membahas tentang beberapa dasar aqidah yang perlu diketahui dan diterapkan oleh umat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Meski lupa nama khotibnya, ada beberapa poin yang penulis ingat (nggak nyatat, karena lagi Jumatan kan harus fokus ndengerin). Monggo disimak :
  • Allah adalah pencipta 
  • Allah adalah pemilik 
  • Allah adalah penguasa
3 Poin saja, yang kalau benar-benar dipahami dan diterapkan oleh umat Islam, insya Allah beres segala urusan akhirat, lebih-lebih kalau cuma urusan dunia.

Pertama, Allah adalah Sang Khalik, yang menciptakan alam semesta dari ketiadaan hingga ada seperti saat ini. Termasuk pula kita di dalamnya. Ada yang tahu, sebelum terjadi pembuahan oleh sel orangtua kita, kita berada di mana? Tidak ada, kita tidak ada di manapun. Lalu sebelum orang tua kita ada, di mana kita? Tidak ada. Dan Allah lah yang menjadikan kita ada, melalui penciptaan orang tua kita, dan kedua orang tua dari orang tua kita, dan seterusnya ke atas yang kalau dirunut entah berapa ribu generasi, akan berawal pada penciptaan Nabi Adam As. Allah lah Sang Pencipta kita, dan juga seluruh manusia, dan seisi bumi, dan segala hal lain di alam semesta ini, baik yang berwujud maupun tidak, baik yang dzahir maupun ghaib. Allah adalah pencipta, selain Allah adalah makhluk, alias diciptakan. Segala sesuatu selain Allah berawal dari tidak ada, lalu diciptakan oleh Allah menjadi ada, lalu kembali menuju ketiadaan. Dan Allah sebagai pencipta, tentu berbeda dengan makhluk-Nya. Allah tidak tercipta, kekal, tidak berawal dan tidak berakhir. 
Dan ini adalah hal yang harus menjadi pegangan kita semua dalam memahami 2 poin berikutnya.

Kedua, Allah lah pemilik seluruh ciptaan-Nya, termasuk kita. Bumi dan segala kekayaan di dalamnya dan makhluk yang hidup di atasnya. Langit dan milyaran galaksi di dalamnya. Akhirat dan berbagai makhluk ghaib yang tak terlacak oleh panca indera kita. Allah lah Sang Pemilik atas segala sesuatu yang ada, karena Allah lah yang menciptakan. 
Kita tentu paham dengan ungkapan "semua ini hanya titipan Allah". Biasanya berlaku untuk harta, anak-anak, jabatan dan 'benda-benda' lain. Namun kita tak boleh lupa pula, bahwa diri kita, tubuh kita yang kita 'pakai' sehari-hari ini juga merupakan titipan dari Allah. Allah menitipkan jasad ini pada ruh kita dengan durasi yang hanya Allah yang tahu, kita tidak tahu kapan durasi tersebut berakhir. Kapan maut menjemput, kapan nafas terlepas. Oleh karena ini semua hanya titipan, maka kelak kita akan diminta pertanggungjawaban atas 'titipan' ini. Harta didapat dari mana dan dihabiskan di mana, usia dihabiskan untuk apa, jasad digunakan untuk apa, semua akan diaudit. Dan auditnya lengkap, sempurna tanpa cela.
Dalam Islam, kita tidak boleh bunuh diri, karena tubuh ini bukan milik kita. Kita tak boleh mendzalimi diri kita, dengan melakukan hal yang buruk-buruk yang telah diharamkan oleh Allah. Konsumsi khamr, babi, melakukan zina, dan banyak lagi hal buruk yang dilarang. Itu karena Allah lah pemilik kita, jasad kita, usia kita, karena itu Allah hanya membolehkan yang baik-baik bagi kita. Jangan seperti anak alay yang kalau dilarang melakukan keburukan malah berkata "suka-suka gue dong, hidup gue sendiri, ngapain lu sok ikut campur". Naudzubillah. 

"suka-suka gue dong", dipikir itu bunga milik siapa . . .
Ketiga, karena Allah lah yang menciptakan dan memiliki, maka wajar dong kalau Allah juga yang menguasai seluruh alam semesta ini dan sleuruh isinya dan semua makhluk di luar alam semesta 'nyata', ya kan? Karena Allah lah Sang Penguasa, maka wajar dong kalau Allah yang menetapkan aturan atas segala sesuatu, ya kan? 
Coba kita sedikit ber-analogi (meskipun kurang tepat juga, karena ALlah tidak dapat diserupakan dengan apapun juga). Misalkan ada sebidang tanah yang dimiliki seseorang, lengkap dengan sertifikat dan berbagai buktinya, kemudian si pemilik itu membangun sebuah rumah dengan biaya sendiri, lalu jadilah kos-kosan. Lalu kos-kosan itu dikelolanya sendiri. Dia yang buat, dia yang memiliki, dia juga yang menguasai, ya kan? Wajar dong kalau di kosan itu ada aturan yang dia buat, misal kalau pulang lewat jam 11 malam maka pintu kosan sudah digembok, tidak boleh merokok, bayar kosan paling lambat tanggal 5 tiap bulan, dan sebagainya. Kalau nggak nurut aturan dia, wajar dong kalau diusir dari kosan, ya kan?
Coba analogi lagi. Umpama ada seseorang yang membangun sebuah sekolah di atas tanahnya sendiri, terus dibikin yayasan atas nama dia sendiri, lalu keduanya dikelola sendiri. Lalu dia adakan penerimaan siswa ke sekolah itu dan siswa yang masuk dibiayai penuh oleh yayasan pengelola, termasuk ada fasilitas tempat tinggal, makan, buku pelajaran, seragam dan sebagainya. Pokoknya tinggal masuk sekolah itu, semua beres semua ditanggung. Enak kan? Maka pasti ada syarat-syarat bagi para siswa yang masuk sekolah itu, ya kan? Misalnya, harus mengenakan seragam sesuai ketentuan, tidak boleh membolos tanpa ijin, nilai minimal sekian, dan seterusnya. Kalau melanggar syarat, akan dikeluarkan. Wajar kan? Ya wajar lah, udah dapat semua fasilitas kok nggak nurut.

Nah, analogi itu bisa kita terapkan pada kekuasaan Allah terhadap kita. Kalau orang ngekos atau sekolah aja, ada aturannya, apalagi kita, yang hidupnya cuma titipan dari Allah. Apa yang kita punya? Nggak ada, semua cuma titipan Allah. Jasad ini titipan, ilmu ini titipan, harta titipan, keluarga titipan, jabatan titipan, usia pun titipan. Maka apa yang benar-benar kita miliki sendiri? Nggak ada. Kita cuma numpang saja, maka wajar dong kalau kita harus ikut sama aturan Sang Pencipta, Pemilik dan Penguasa diri kita, ya kan? Ngga cuma kita, namun seluruh alam semesta dan seluruh isinya dan semua hal lain yang bisa kita sebutkan dan tidak bisa kita sebutkan, ada dalam jangkauan kekuasaan Allah SWT. Lalu mau ke mana kita kalau nggak nurut sama aturan Sang Penguasa Alam Semesta?

Allah lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Allah telah menetapkan aturan dan SOP (Standar operasional prosedur) dalam kehidupan kita yang tak pernah lepas dari pengawasan-Nya. Aturan tersebut adalah Al-Qur'an, dan SOP nya adalah apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Kalau kita ikuti aturan dan SOP itu, insyaAllah selamat dunia akhirat. Jika tidak, tunggu saja nanti. Mungkin selamat sementara saja di dunia, namun di akhirat tak ada tempat untuk lari dari siksa yang menyengat. 

Ibarat anak kos nakal atau peraih beasiswa yang melanggar aturan sekolahnya, mungkin sehari dua hari tak akan ketahuan belangnya, namun akan ada hukuman saat pelanggarannya diketahui oleh si penguasa kosan/yayasan sekolah. Bedanya, kalau penguasa kosan dan yayasan, tidak Maha Tahu. Sementara pemilik dan penguasa diri kita, adalah Dzat Yang Maha Tahu. Lalu mau lari ke mana lagi kalau kita sudah melanggar aturan dan SOP-Nya?

Allah lah yang menciptakan kita, Allah juga yang memelihara kita hingga saat ini, dan hanya kepadanya lah kita akan kembali. Maka mau alasan apa lagi kalau mau nggak nurut dengan segala aturan-Nya?

Penulis rasa, jika setiap mukmin memahami dan menerapkan ini, tak akan ada lagi yang namanya korupsi, gerakan LGBT, terorisme, dan sederet tindakan kriminal lainnya. Sayangnya belum semua mukmin memahami dan menjalankan ini. 

Semoga catatan kecil ini bermanfaat bagi kita pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya dan semoga kita semua senantiasa Alah mudahkan untuk memahami, mengingat dan menjalankan pemahaman ini dalam kehidupan sehari-hari, aamiin . . .

*Sebagai pengingat, ini ada artikel tentang sifat-sifat wajib dan mustahil bagi Allah, monggo yang mau baca lagi di sini.

Komentar