Konflik Batin

Pertama-tama, innalillahi wa inna ilaihi roji'uun, semoga Allah berikan ampunan bagi para korban bencana ekologis di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Sulawesi Tengah, serta agar para penyintas diberi kekuatan & kesabaran.

Kedua, muak-semuak-muaknya pada para petinggi negeri ini dan negeri-negeri lain yang begitu abai terhadap kerusakan lingkungan yang telah sedemikian parah. Bukan hanya abai, mereka justru mendukung penghancuran ekosistem demi mengejar pertumbuhan ekonomi. Entah proyek tambang, perkebunan, energi, perumahan, atau apapun itu, yang merusak lingkungan secara masif tanpa upaya mitigasi. Semoga Allah berikan kesadaran, atau jika tidak, maka kami yakin, Allah Maha Adil hisabnya.

Dulu, saya bingung dengan ayat ini:
"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al Zalzalah: 1-8)

Banyak tafsir yang menerjemahkan zarrah sebagai atom. Atau biji sawi. Intinya sesuatu yang amat kecil.
Sekarang saya sudah memahami, rupanya polusi pun juga kejahatan. Dan setiap atomnya akan menjadi hisab bagi kita. Bayangkan saja, berapa atom polutan yang kita keluarkan sepanjang hidup ini.

Ketiga, sebagai bocah penggemar ilmu alam sejak kecil, yang bercita-cita menjadi ilmuan di bidang ilmu biologi, dan saat ini di pekerjaan pun ada sedikit relevansi dengan bidang itu, hati ini terasa amat masygul melihat betapa ilmuwan dan para pakar tidak dihargai di negeri ini. Dalam lingkup yang lebih luas, di seluruh dunia. Ketika ilmuwan dan para pakar sudah lama berteriak mengenai isu lingkungan, para pembuat kebijakan tetap saja tutup telinga. Mungkin memang uang sogokan dari para pelaku usaha ekstraktif mampu menulikan telinga dan menumpulkan rasa, sehingga enteng saja mereka membenarkan penghancuran lingkungan, dan mengelak lihai apabila terjadi bencana. 

Jujur saja, dunia ini memang begitu memuakkan. Pantaslah jika Rasulullah SAW bersabda bahwa dunia ini, bagi Allah lebih hina jika dibandingkan dengan bangkai anak kambing yang cacat bagi para sahabat.
Betapa tidak, ketika kebanyakan orang yang menjadi penguasa adalahs
 orang-orang tamak dan bodoh, yang jauh dari tujuan allah menciptakan manusia, yakni sebagai khalifah di muka bumi. Maka betapa ruginya orang yang mendapat amanat kepemimpinan, namun ia hanya mengejar dunia yang tak seberapa ini. Entah demi jabatan tinggi, kekuatan militer, kemewahan di bidang ekonomi, ketenaran dan pengaruh, sungguh sia-sia.

Hanya bisa berdoa, semoga kita bisa lebih bijak dalam menyikapi alam titipan Allah, tak usah muluk-muluk "demi masa depan yang lebih baik" atau "demi generasi penerus kita", cukup demi hisab yang lebih ringan bagi diri sendiri.

Komentar