Nikmat Senikmat-nikmatnya

Hayooo . . . apa yang ada di pikiran Pembaca sekalian pas ngebaca judul di atas?

Pasti pada mikir yang enak-enak kan?

Makanan enak? Tubuh sehat? Rejeki lancar? Profesi yang dimimpikan? Pasangan hidup yang soleh/solehah? Keluarga bahagia? Atau apapun yang ada di pikiran Anda?

Terserah deh mau mikir apa, saya cuma mau ngebahas suatu nikmat, yang bener-bener begitu iiiiiindah banget, tapi banyak orang yang melupakannya.

Apa coba?

Silahkan tebak.

Yaak, Anda di sana, yang lagi ngebaca blog ini, menjawab dengan benar. Hadiahnya adalah secuil ilmu yang semoga bisa membawa kita ke arah yang lebih baik.

Mau tau? Mau tau beneran nih? Yaudah terusin aja bacanya.

Nikmat iman dan Islam, yang saya maksud di sini, Saudara-saudaraku sekalian.

Hayo ngaku, seberapa ingatkah Anda, bahwa keimanan ini adalah suatu nikmat yang tak terkira? Jangan disangka label "Islam" yang tertera di KTP kita hanya sebagai warisan orangtua, yang dimaknai apa adanya, dijalani apa adanya, tanpa perenungan lebih lanjut. Seolah itu memang hal yang lumrah, apa adanya dan diwariskan secara turun-temurun dari bapak-ibu kita ke kita, ke anak-anak kita, ke cucu kita dan seterusnya. Seperti silsilah kesukuan kita; kalau bapak orang Batak, maka saya juga orang Batak; kalau ibu orang Minang, maka saya orang Minang.
Bukaaan, bukan seperti itu.

Keimanan dan keislaman kita adalah suatu rahmat dari Allah, yang patut disyukuri.
Kita yang merupakan orang-orang Islam dari keturunan (beragama Islam sejak dari sononya, ngikut orangtua) sebenarnya sangat beruntung, karena sudah punya modal awal, tinggal mencari tahu lebih dalam tentang iman dan Islam itu apa sih.
Bandingkan dengan saudara-saudara para mualaf kita yang mendapatkannya dengan susah payah, melalui pencarian akan kebenaran, pergolakan batin, serta pertentangan dengan keluarga (sejujurnya kadang saya iri dengan mereka, karena kadang mereka benar-benar mendapatkan suatu pencerahan yang menyeluruh; tapi saya juga bersyukur deh, diberi freepass Islam melalui keluarga).

Tanpa iman dan Islam, kita akan hidup secara jahiliyah. Tak akan ada aturan yang membatasi kita, tanpa ada tanggung jawab yang membebani kita, tak akan ada kekhawatiran akan apa yang akan terjadi setelah kita mati.
Ah, tak perlu lah kiranya saya memberi contoh kepada pembaca sekalian, akan apa yang dimaksud kejahiliyahan jaman modern. Tak perlu lah saya membahas manusia era digital yang kelakuannya (seringkali, tapi tidak semua) tak lebih bagus daripada binatang. Tak perlu, saya rasa, karena pembaca sekalian juga sudah paham apa yang saya bicarakan.

Dengan nikmat iman dan Islam inilah, kita jadi mengetahui mana yang haq, dan mana yang batil. Mana yang halal, dan mana yang haram. Mana yang boleh dilakukan, dan mana yang dilarang.
Dengan nikmat iman dan Islam inilah, kita jadi tahu, mengapa kita ada, darimanakah asalmula kita, dan bagaimana kita seharusnya berbuat.
Dengan nikmat iman dan Islam inilah, kita jadi tahu bahwa keberadaan kita di sini, saat ini ( termasuk yang sedang membaca blog ini) adalah semata karena ada yang menciptakan dan memelihara kita, beserta seluruh alam semesta ini, dan Dia pulalah yang nanti akan mengakhiri seluruh alam raya ini, hanya kepadaNya lah kita akan kembali. Berkat nikmat iman dan Islam pulalah, kita jadi mengenal "Dia", yakni Allah Subhanahu WaTa'ala.

Ah, sungguh enak jadi orang beriman. Bingung dengan kehidupan yang makin ruwet, kembali saja ke undang-undang dasar yang menjadi sumber dari segala sumber hukum yang seharusnya kita patuhi; Al-Qur'an dan As-Sunnah. Ada masalah menerpa? No problem, ini semua adalah ujian bagi kita, sebagai batu loncatan untuk mencapai derajat yang lebih tinggi. Mengalami musibah? Tak lain adalah peringatan bagi kita, agar semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Rejeki kurang lancar? Tenanglah, semua ada jatahnya, kita hanya harus berusaha dan berdoa. Hal yang kita rencanakan gagal total berantakan? Sudahlah, Alah pasti punya rencana yang lebih baik untuk kita.

Nikmat bukan, hidup yang seperti itu? Kalaulah kiranya pembaca sekalian sudah memahami betapa nikmatnya memiliki iman dan Islam dalam diri kita, maka sudah sepantasnyalah kita yang memiliki iman di dalam dada ini, untuk mensyukurinya.
Bagaimana caranya?
Tak lain, adalah dengan menjalankan segala yang diperintahkan oleh-Nya, dan menjauhi apapun yang dilarang oleh-Nya. Lakukan apa-apa yang jika kita lakukan, Allah senang dan ridho atas perbuatan itu, dan hindari segala hal yang jika kita lakukan, Allah akan murka dan membencinya.

Terdengar sederhana memang, namun pasti tak semudah kedengarannya, mungkin begitu pikir Anda. Tapi kalau nggak dicoba, apa kita akan diam saja?

Tapi . . .

Ah sudah nggak pake tapi. Mari kita coba saja sebisa mungkin :)

-----------------------------------------------------------------

Dari khotbah Jumat di Masjid (lupa namanya) KPPBC TMC Malang, 15 Juli 2011

InsyaAllah khotbah dari Jumat-jumat yang lain (ada 4 Jumat) selama saya PKL di sana, akan saya posting juga, itung-itung sebagai 'tebusan' karena selama PKL (20 Juni-15 Juli 2011) dan selama di Malang (pulkam 17 Juni, baru balik Jakarta 21 Juli) saya hampir gak posting samasekali. Maklum, internet di rumah lagi trobel, dan di kantor pas PKL lumayan sibuk, jarang banget bisa onlen, apalagi posting. Tapi nyicil ya, soalnya disambi ngerjakan laporan PKL :p

Komentar