Benarkah Pendidikan Kita Jeblok?

Ta'lim Kamis Siang oleh DKM BT KPDJBC bersama Ust. Adian Husaini menanggapi PISA 2018 result di mana Indonesia sering berada di peringkat 10 terbawah. PISA menilai kemampuan matematik, membaca dan sains.

Namun benarkah demikian?
Pemateri mempertanyakan metode pengukuran tersebut, di mana tidak adil jika menilai pendidikan dari 3 unsur saja, dan mempertanyakan apakah metode pengambilan sampel penelitian tersebut valid? Apakah kriterianya cocok dengan negara kita?

Pemateri berpesan, coba kita jangan menjelek-jelekkan diri kita (meskipun jangan sok dibagus-baguskan kalau memang ada kekurangan).

Salah satu kritikan dari Prof Daniel M. Rosyid yang mengajak kita mengenang nasehat Ki Hadjar Dewantara di mana pendidikan adalah membangun jiwa merdeka, tak sekedar capaian matematika dan sains saja. Tak perlu kita terlalu minder dengan kriteria "negara-negara maju" yang sebenarnya juga menghadapi masalah yang hampir sama di sektor sosial, ekonomi dan lingkungan. Jangan sampai kriteria negara-negara lain, kita paksakan untuk diadopsi di negara kita, sementara nyatanya tidak relevan dengan negara kita. Jangan sampai internasionalisasi pendidikan malah membuat para murid jauh dari lingkungan terdekat mereka sendiri.

Pemateri melanjutkan bahwa memang ada kesenjangan sistem pendidikan kita dengan kondisi lingkungan masyarakat. Banyak kodisi yang menunjukkan bahwa masyarakat kurang memiliki keinginan untuk memberdayakan lingkungan sekitarnya. Misal di berbagai daerah, terdapat lahan-lahan kosong tidak produktif, padahal subur. Jangan sampai pendidikan "berstandar internasional" membuat masyarakat mengabaikan kekayaan negeri yang harusnya masih bisa dioptimalkan.

Pemateri pun tidak kontra sepenuhnya dengan penelitian PISA tersebut. Ada hal-hal yang disetujui, misal tentang rendahnya minat baca di negara kita (kecuali baca status orang di sosial media) yang harus ditingkatkan. 

Saran pemateri pada pemerintah adalah kembalikan pendidikan pada ruh Islam (di mana mayoritas penduduk adalah umat Islam). Contoh dari Rasulullah, di mana pada era kejayaan Islam, budaya membaca dan menganalisis amat didukung. Bahkan aktivitas pencari ilmu merupakan aktivitas yang mulia dalam Islam. Bukti lain pentingnya ilmu dalam ajaran Islam adalah ilmu yang bermanfaat adalah salah satu dari tiga sumber pahala yang tak terputus. Bukti lain, 5 ayat pertama yang diwahyukan pada Rasulullah (Al-Qur'an surat Al-'Alaq 1-5) , selain diawali perintah untuk membaca, menunjukkan hal baru dalam budaya Arab, yakni konsep "Tuhan yang mengajarkan". Islam juga mengajarkan bahwa mencari ilmu adalah kewajiban sampai mati (tentu tak hanya ilmu dunia, namun juga ilmu agama terutama mengenai kewajiban-kewajiban), bukan cuma kewajiban selama 9 tahun. 

Kembali ke rendahnya literasi, dugaan pemateri adalah karena adanya pemisahan antara konsep pendidikan kita dengan konsep tholabil 'ilmi yang ada dalam Islam. Aktivitas keilmuan adalah budaya, bukan semata mengejar sertifikat. 

Jangan jadikan aktivitas pendidikan bagai aktivitas perusahaan, di mana konsepnya adalah materialisme, segalanya diukur dengan nilai ekonomis. 

Salah satu kegagalan sistem pendidikan, dikutip dari buku Tragedy  and Hope, adalah "...kami belum menemukan bagaimana mengajarkan anak-anak kita menjadi orang tua yang baik...". Jangan sampai pendidikan hanya menghasilkan 'pekerja' yang baik, bukan menghasilkan manusia seutuhnya.

Pendapat pemateri, fokus tetaplah pada akhlak dan adab, lalu diikuti dengan hal-hal yang relevan dengan tantangan zaman ini. Jika akhlak dan adabnya bagus, maka profesi apapun yang digeluti akan bagus. Jangan mendidik anak dalam pola yang spesifik dan sempit, karena yang dibutuhkan saat ini adalah kesiapan belajar hal baru (mengingat cepatnya perkembangan dan perubahan zaman), bukan fokus pada suatu sektor yang sempit. Institusi pendidikan saat ini sudah kalah dari internet dalam konteks penyedia informasi. Maka fokuskanlah pendidikan pada pembentukan manusia yang baik, tak hanya menjadi penyedia ilmu. Toh, hal itu merupakan hal yang diatur dalam konstitusi kita. Coba cek di Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk menghadirkan manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlaq mulia.

Kesimpulannya, melihat berita di atas tak perlu membuat kita berkecil hati. Tetap tingkatkan kualitas pendidikan kita dengan hal-hal yang relevan, yang sebenarnya juga sudah diajarkan dalam Islam.

Komentar

Posting Komentar

Silahkan memberi kritik, saran, usulan atau respon lain agar blog saya yang masih amatir ini bisa dikembangkan dan menjadi lebih bermanfaat lagi :)

Nuwus . . .