What a Pain in The Ass
Jadi tadi pagi, ceritanya penulis lagi asik memeras dan menjemur cucian. Dalam satu gerakan, penulis mencoba berjongkok untuk mengambil jemuran di bak, tanpa sengaja sebuah benda di belakang penulis (yang keberadaannya tak penulis sadari) bertemu dengan kumpulan otot gluteus maximus penulis. Hasilnya? What a pain in the ass.
Tersangka penyerangan terhadap gluteus maximus penulis |
Langsung penulis merasa bersimpati pada 195+ pria korban Reynhard Sinaga.
Oke, untuk melunasi hutangan postingan blog dulu, kali ini penulis akan membahas sub-materi yang dulu dibahas oleh Dr Aisyah Dahlan. Lagian momennya juga pas, lagi heboh Reynhard. Ini tema yang lebih serius gaes, jadi bersiaplah.
Dr Aisyah, berdasar pengalaman beliau, menyebutkan ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab seseorang menjadi gay alias maho.
Ada yang awalnya jadi korban, namun lama kelamaan menjadi pelaku. Mereka kemudian menjadi gay karena 'salah lobang', tapi udah keenakan. Eh keterusan deh.
Padahal itu salah. Harusnya (ini bahas biologis ya, jangan kemudian menganggap blog saya porno) dalam proses reproduksi manusia, alat kelamin pria yang masuk ke alat kelamin wanita (tentunya hanya boleh dilakukan oleh pria dan wanita yang telah menjadi pasangan suami istri yaaa . . . jangan ditiru jombs), bukan masuk ke rektum pria lainnya. Lagian, apa gak jijik tuh. Kita yang normal, misalkan, lagi defekasi menggunakan toilet duduk lalu nge-flush terus kena cipratan airnya aja udah jijik. Ini malah melakukan penetrasi ke jalur penimbunan feses. Yikes.We all hate it when it happens |
Anak laki-laki dengan testosteron yang sedang melimpah memang perlu penyaluran libido, maka perlu disibukkan dengan kegiatan yg menghabiskan energi (olahraga, kesenian, game juga bisa, asal ngga kebanyakan) agar libidonya tak sempat disalurkan ke lobang arah yang salah. Terpapar pornografi akan membuat anak laki-laki (bahkan pria dewasa) berisiko melakukan kegiatan reproduksi secara ilegal bersama partner yang bukan pasangan sahnya. Namun paparan alat kelamin jantan pada jalur pembuangan kotoran berisiko membuat seorang laki-laki membelokkan orientasi seksualnya. Naudzubillah, semoga kita dan keluarga kita terhindar dari bahaya zina, apalagi zina dengan makhluk berjenis kelamin sama.
Ada case lain di mana seorang anak menjadi gay, gara-gara salah mindset. Ketika masih kecil, si bocah suka sama cewek, tapi ibunya melarang keras. "Bukan mahram, kamu main sama laki-laki aja". Duh, padahal niatnya baik, tapi ketika penyampaiannya kurang tepat, bisa jadi salah pemahaman juga.
Maka Dr Aisyah menyarankan, ketika anak-anak mulai suka pada lawan jenis, alih-alih melarang, katakanlah bahwa "fitrahnya memang gitu". Tapi tetap dikasih tau batasannya seseuai ajaran agama. Jadi misalnya kalau main bersama, harus rame-rame, biar nggak berkhalwat; ngga boleh pegangan karena bukan mahram; ngga memandang area aurat yang ditutup. Jadi si anak paham bahwa memang wajar anak lelaki menyukai anak perempuan (dan sebaliknya), asal tahu batasan dalam ajaran agama. Jangan dilarang kalo naksir lawan jenis, tapi diarahkan dan dijelaskan batasan yang ada, daripada nanti malah kepengen nikah sesama jenis.
Korban LGBT banyak terpapar saat usia muda & belum menikah, jadi salah satu solusi dari Dr Aisyah, ya nikahin aja kalau emang anak dan orangtua sudah siap.
LGBT memang merupakan ancaman serius. Selain merusak tatanan keluarga, dan juga termasuk perilaku seksual berisiko tinggi. (Menurut penulis nih ya, bukan perkataan Dr Aisyah Dahlan, gimana gak berisiko, ibaratnya main di tempat sampah ya setidaknya bakalan bau sampah. Masuk ke septic tank ya bakalan kena isi septic tank. Terus gitu, dipake berulang-ulang lagi, ke septic tank yang berbeda-beda. Jangan bayangkan betapa kotornya setiap septic tank itu)
Jebakan kaum LGBT adalah merekayasa sedemikian rupa supaya korban bergabung ke komunitas mereka, disuruh lepas baju, difoto, diancam disebarin fotonya kalo gak mau ngikut mereka.
Maka memang wajib hukumnya bagi orang tua untuk mengajarkan sex education pada anaknya. Salah satu bentuknya adalah mengajarkan nama (latin) dari alat kelamin agar si anak mengenali dirinya, serta tak lupa ajarkan bahwa "itu" tak boleh diapa-apakan (dilihat, diraba, diterawang) oleh siapapun yang tak dikehendakinya.
Parents, PR kita berat.
Di sini penulis ingin menegaskan bahwa penulis bukan membenci kaum pelaku LGBT. Penulis membenci dan tak setuju dengan perilaku ke-LGBT-an mereka. Oh ya, penulis juga tak setuju dengan perilaku seks menyimpang lain, dan juga mengutuk keras kekerasan seksual pada siapapun. Baik anak-anak, wanita, pria, siapapun bisa jadi korban. Dan penulis amat sepakat kalau pelaku kekerasan seksual harus dihukum seberat-beratnya agar tak mengulangi perbuatannya. Kalau perlu, potong saja penisnya. Mau apa lagi kalo udah dipotong gitu?
Akhir kata, semoga kita semua dan keluarga, dijauhkan dari perilaku tersebut. Yang terlanjur salah lobang, semoga lekas mentas dari kubangan dan melanjutkan hidup normal. Yang belum menikah, semoga lekas bertemu jodoh yang tepat. Yang sudah menikah, jangan sampai penasaran dan membelokkan orientasi. Dan semoga perilaku giving pain in the ass tidak makin meluas dan berdampak pada turunnya adzab dari Yang Bersemayam di Atas Arsy. Aamiin.
Salam kenal n selamat berkunjung ke Daftar Kaya
BalasHapus