Indhannas 2030:Menuju Kemandirian Pertahanan Nasional

Dalam novel karya Peter Warren Singer dan August Cole, Ghost Fleet, dikisahkan bahwa pada pada tahun 2030, Indonesia telah menjadi negara gagal. Meksipun novel techno-thriller tersebut mengandung unsur-unsur yang diambil dari teknologi dan kondisi geopolitik dunia nyata, bagaimanapun, Ghost Fleet adalah karya fiksi. Mari kita berimajinasi dengan nuansa yang lebih optimis. Pada tahun 2030, bagaimanakah kondisi industri pertahanan nasional? Mari berandai-andai. 

Tenar karena dikutip oleh salah satu Capres pada musim pilpres tahun kemarin

Pertama-tama, mari kita ingat konsep triple helix dalam pertahanan nasional, yaitu pemerintah, pendidikan, dan industri yang bersinergi untuk medukung pertahanan nasional.  Pemerintah diwakili Kementerian Pertahanan, TNI, Komite Kebijakan Industri Pertahanan, Lemhanas, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, serta berbagai instansi lain yang memiliki keterkaitan dengan pertahanan, baiklangsung maupun tidak langsung. Fungsi utama pemerintah adalah mendukung industri pertahanan dengan membuat regulasi yang bertujuan untuk memperkuat pertahanan nasional. Pendidikan tinggi diwakili berbagai universitas yang bertugas melakukan penelitian dan pengembangan teknologi terkait pertahanan, bekerja sama dengan instansi dengan tugas dan fungsi penelitian dan pengembangan teknologi seperti LAPAN dan BPPT. Sementara industri pertahanan, baik BUMN maupun swasta, dapat turut berperan dalam penelitian dan pengembangan, sekaligus produksi teknologi pertahanan. 

Jika mengacu pada cita-cita Undang-Undang nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, perlu kita ingat bahwa salah satu tujuan industri pertahanan adalah mewujudkan kemandirian pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan. Dan salah satu fungsi industri pertahanan adalah untuk memandirikan sistem pertahanan dan keamanan negara. Untuk mewujudkan kemandirian tersebut, Undang-Undang dimaksud juga mencakup kewajiban alih teknologi bagi alat peralatan pertahanan dan keamanan yang dibeli dari luar negeri. Kewajiban tersebut membuat penulis optimis bahwa industri pertahanan nasional di tahun 2030 akan mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan pertahanan nasional dengan produk lokal. Tak lupa, mari kita sadari bahwa teknologi pertahanan tidak hanya bicara mengenai produk akhir seperti tank, kapal selam dan pesawat tempur, namun juga mencakup industri bahan baku dan komponen pendukung sebagai elemen paling dasar dari produk akhir tersebut. Di sini penulis membagi kelompok industri pertahanan dalam beberapa tingkatan atau tier. Industri tier 1 mencakup industri dasar, komponen, energi, serta perlengkapan pendukung personil. Tier 2 mencakup industri bahan peledak dan amunisi, persenjataan, roket dan misil, elektronika serta permesinan. Tier 3 mencakup industri kendaraan darat (vehicle), kendaraan laut (vessel), dan pesawat udara (aircraft) yang digunakan sebagai alat utama system pertahanan maupun alat pendukung pertahanan.

Industri Dasar

Mengingat produk pertahanan banyak memanfaatkan logam, kemandirian Industri Metalurgi merupakan hal yang tidak dapat ditawar. Krakatau Steel dan industri metalurgi lain harus dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan material logam bagi industri dalam negeri. Kewajiban pembangunan smelter untuk pihak eksportir bijih logam juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung variasi produk industri metalurgi nasional. Produk metalurgi, pada gilirannya akan menjadi bahan bagi industri lain di hilir, yaitu industri komponen.

Aspek lain yang harus juga dikembangkan adalah industry kimia pendukung. Baik untuk pengembangan bahan bakar, mesiu maupun hulu ledak, sehingga seluruh kebutuhan kimia untuk persenjataan buatan dalam negeri, dapat dipenuhi oleh industri kimia pendukung.

Industri material lain (non-logam) juga harus mendapat perhatian, utamanya komposit karbon untuk membuat komponen canggih yang ringan dan tak terdeteksi radar bagi kapal dan pesawat, serta material keramik komposit sebagai lapisan armor bagi kendaraan darat..

Industri Komponen

Kemandirian komponen, dimulai dari baut, paku keeling, kabel, dan komponen lain, wajib dipenuhi demi kemandirian alutsista. 

Energi


Kemandirian energi merupakan kebutuhan mutlak bagi setiap negara jika ingin mandiri di bidang pertahanan. Selengkap-lengkapnya persenjataan suatu negara, apabila negara tersebut tak mampu menghasilkan energi secara mandiri untuk menggerakkan mesin-mesin tempurnya, maka mesin-mesin tempur tersebut hanya akan menjadi mainan mahal. Maka industry energi Indonesia harus mencapai kemandirian dalam memenuhi kebutuhan energi peralatan pertahanan, setidaknya. Bukan hanya industri terkait bahan bakar fossil atau bahan bakar nabati terbarukan, namun produksi energi alternatif lain harus dapat dilakukan oleh industri nasional. Ke depan, industri solar panel, wind turbine, wave turbine berikut komponen penyimpanan energinya harus sudah dikembangkan dan diaplikasikan secara luas. Satu lagi sumber energi yang dapat diaplikasikan oleh industri pertahanan Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga pohon, sebagaimana hasil dari sebuah penelitian seorang anak negeri beberapa tahun silam. Apabila disempurnakan dan diaplikasikan secara luas, hal ini dapat memberikan multiplier effect yang luar biasa. Kebutuhan listrik untuk unit pertahanan di area terpencil dapat dipenuh oleh pepohonan di sekitar unit, menjaga vegetasi tetap lestari, sehingga keberadaan energi listrik tidak berdampak pada kerusakan alam, sekaligus meniadakan keberadaan pembangkit listrik konvensional dari genset yang menggunakan bahan bakar minyak dan rawan menjadi sasaran musuh untuk melumpuhkan suatu unit pertahanan.

Peralatan Pendukung Personil

Pakaian seragam tentara, peralatan pelindung diri seperti rompi dan helm anti peluru, survival kit, parasut, pelampung, dan peralatan yang digunakan oleh personil dalam menjalankan tugas di bidang pertahanan harus dapat dipenuhi oleh industri nasional. Dan 10 tahun lagi, dapat dipastikan pemenuhan kebutuhan tersebut telah terpenuhi oleh industri dalam negeri.

Bahan Peledak dan Amunisi


Aneka amunisi buatan PT. Pindad

Sebagai turunan dari produk kimia dan metalurgi, amunisi dan bahan peledak merupakan komponen mendasar dalam industri pertahanan suatu negara. Percuma jika suatu negara mampu membuat Meriam, jika ia tak sanggup memproduksi amunisinya. Dengan pengalaman berpuluh tahun, ditambah transfer teknologi dari berbagai mitra luar negeri, maka 10 tahun lagi inudstri pertahanan nasional akan sanggup memenuhi kebutuhan amunisi dan bahan peledak dalam negeri untuk setiap jenis persenjataan yang dimiliki.

Sistem Persenjataan


PT. Pindad, PT. Sari Bahari, dan berbagai perusahaan swasta lain telah memiliki kemampuan dalam memproduksi berbagai sistem persenjataan. Persenjataan dibagi menjadi sistem senjata personil dan  sistem senjata berat. Handgun, senapan serbu, senapan runduk, dan berbagai senjata personil lain  dalam berbagai kaliber telah dikuasai oleh Pindad. Yang perlu ditingatkan adalah kualitas dan varian agar dapat memenuhi kebutuhan nasional untuk senjata personil TNI.

Yang kedua, sistem persenjataan berat. Berdasarkan system persenjataan yang diimpor dari Indonesia, diharapkan 10 tahun lagi Pindad telah dapat memproduksi berbagai persenjataan kaliber besar. Meriam 35mm dapat diproduksi berdasarkan alih teknologi dari Oerlikon Millenium yang digunakan oleh Arhanud dan beberapa kapal perang TNI AL. Senapan 76mm dapat diroduksi berdasarkan alih teknologi dari OTO Melara yang digunakan pada berbagai kapal perang TNI AL. Meriam 90mm dan105mm dapat diproduksi berdasarkan alih teknologi dari Cockerill yang diguakan pada Pindad Badan dan Tank Harimau Hitam. Meriam 100mm dapat diproduksi berdasarkan alih teknologi dari KBP instrument Design Bureau yang digunakan pada kendaraan tempur BMP-3F Marinir. Meriam 155mm dapat diproduksi berdasarkan alih teknologi dari Caesar.self propelled howitzer. Pidad juga telah mampu memproduksi mortir 81mm. 
Senapan Anti Riot SAR2A buatan PT. Pindad (dok. penulis)

Roket dan Misil


Konsorsium roket nasional telam mampu memproduksi roket Rhan122mm. 10 tahun lagi, konsorsium ini akan mampu menciptakan misil untuk kebutuhan pertahanan udara (surface to air missile), serangan udara-ke-udara (air to air missile),  dan serangan darat ke darat (surface to surface missile). Misil anti serangan udara jarak pendek akan menggunakan basis Mistral dan Grom, sementara misil anti serangan udara jarak menengah (sekaligus misil udara ke udara) akan menggunakan basis AIM 120 AMRAM yang digunakan untuk NASAMS dan persenjataan F-16 TNI AU. Varian lain dari misil udara ke udara, serta misil udara ke darat,  yang akan dikembangkan oleh konsorsium roket nasional akan berbasis pada misil berteknnologi Rusia yang digunakan oleh skuadron Sukhoi TNI AU. Roket, rudal jelajah dan misil balistik darat ke darat akan diproduksi dalam berbagai kaliber, dengan jarak jangkau maksimal 300km.

Elektronika


Industri pertahanan nasional, dipimpin PT LEN dan berbagai universitas untuk mendukung riset dan pengembangan, harus mampu memproduksi sirkuit terintegrasi dengan prosesor lokal demi kemandirian pertahanan nasional. Penggunaan prosesor lokal juga dapat berdampak bagi industri elektronik nasional yang memasok kebutuhan non militer. 

Produk dari industri elektronika adalah alat komunikasi, rugged laptop untuk kebutuhan militer, perangkat penginderaan, serta perangkat peperangan elektronika. Radar nasional untuk berbagai keperluan (radar pantai, radar cuaca, radar kapal, radar pesawat untuk pendeteksian dan penjejakan target), sensor inframerah, sensor ultraviolet, sensor fotografi, serta berbagai sensor lain, yang dikembangkan oleh berbagai universitas dan industri elektronika lokal. Kemandirian produksi peralatan elektronik untuk militer juga akan mengangkat derajat industri elektronika lokal, terutama pada sektor gawai yang digunakan oleh masyarakat. Diharapkan, ketika industri elektronika nasional telah dapat memasok kebutuhan untuk militer (di mana produk militer membutuhkan kualitas yang terjamin, tangguh, awet dan memiliki performa tinggi), maka industri produk elektronik nasional (seperti laptop, ponsel dan ponsel pintar, kamera, peralatan rumah tangga dan berbagai gawai lain) akan dapat terdongkrak kualitasnya, dan mampu bersaing, bahkan merajai pasaran nasional, sehingga berdampak pada perekonomian nasional.

Engine

Kebutuhan mesin sebagai 'jantung' yang menggerakkan berbagai peralatan perang, mutlak harus dikuasai. Industri pertahanan nasional dalam 10 tahun ke depan harus mampu memproduksi mesin berbahan bakar fosil (bensin maupun diesel) maupun elektrik, baik untuk kendaraan darat (mesin motor, mobil dan berbagai peralatan darat lain), laut dan udara (mesin propeller, turbofan dan turbojet). Kemandirian produksi mesin akan dapat mendongkrak proyek mobil nasional ke level yang lebih tinggi. Sebagaimana industri elektronika, diharapkan majunya industri mesin nasional dapat berdampak positif bagi industri sipil terkait, dalam hal ini, kendaraan darat(motor nasional, mobil nasional, alat berat nasional, kapal nasional, pesawat buatan lokal, dan sebagainya).

Vehicle

Pindad Komodo; semoga nanti ada varaian sipil-nya (dok. penulis)
Industri pertahanan dipimpin PT Pindad, PT INKA,  dan berbagai karoseri swasta, yang didukung oleh industri metalurgi, komponen, mesin, elektronika dan persenjataan, akan mampu menghasilkan berbagai kendaraan darat militer untuk kebutuhan pertahanan nasional. Di samping itu, kemandirian industri pendukung dari hulu akan berdampak pada sector industri transportasi dan alat berat nasional, yang diharapkan akan mampu menciptakan merk nasional pada sektor transportasi darat, yang mampu bersaing dengan merk global, dan sungguh-sungguh mampu menciptakan kendaraan nasional yang komponen-komponennya dirancang, dikembangkan dan dibuat di dalam negeri, oleh anak-anak negeri. Motor trail, kendaraan buggy dan ATV (all terrain vehicle), kendaraan lapis baja beroda ban maupun beroda rantai untuk berbagai kebutuhan (armored personnel vehicle, infantry fighting vehicle, baik berpenggerak 4x4, 6x6, maupun 8x8), truk militer (dan sipil), alat berat, meriam dan kendaraan peluncur roket/peluru kendali swagerak, tank medium, akan mampu diproduksi secara nasional.

Vessel

Industri perkapalan nasional memilliki pemain sekelas PT PAL, DRU, Lundin, Tesco Indomaritim, serta perusahaan lain di bidang ini, diharapkan mampu memproduksi berbagai kendaraan air untuk pertahanan nasional. Mulai dari perahu karet yang harus dikayuh oleh prajurit untuk misi penyusupan senyap hingga hi-speed craft berkecepatan di atas 70knot; kendaraan selam personil hingga kapal selam midget dan kapal selam kelas medium dengan durasi penyelaman hingga berhari-hari; landing platform dock dan landing helicopter dock berukuran di atas 125 meter; kapal serang permukaan hingga kapal anti kapal selam dan kapal anti serangan udara; speedboat hingga fregate; desain konvensional maupun trimaran yang futuristik; semua dapat diproduksi dalam negeri. Dilengkapi dengan persenjataan buatan lokal seperti torpedo, senapan mesin kaliber besar, meriam, peluncur roket dan peluru kendali jelajah,  serta radar dan perangkat penginderaan buatan lokal.

Aircraft

PT DI dan Lapan dapat berperan besar pada industri kedirgantaraan nasional. 10 tahun lagi, diharapkan industri pesawat nasional tak hanya menjadi mata rantai pasokal global dalam memproduksi komponen pesawat dari pabrikan global, namun juga mampu merancang, mengembangkan dan memrpoduksi pesawat berbagai jenis untuk keperluan pertahanan nasional. Mulai dari PUNA jarak pendek hingga PUNA kategori MALE (medium altitude, long endurance) yang dipersenjatai, pesawat perintis sekelas N-219 hingga pesawat kargo berukuran medium, pesawat latih berpenggerak propeller hingga pesawat serang Contra Insurgency; helikopter ringan hingga helikopter serang (Gandiwa?); hingga pesawat jet latih ringan hingga pesawat pencegat bertenaga jet yang mampu menembus kecepatan suara. Produksi Bersama pesawat tempur generasi 4,5 KFX/IFX diharapkan dapat terwujud dan Indonesia mampu meproduksi pesawat tersebut, dengan kandungan lokal yang meningkat berkat dukungan industri hulu yang kuat.

Demikian harapan dan imajinasi penulis akan kondisi industri pertahanan nasional 10 tahun lagi (2030). Ada sisi optimisme, ada harapan, namun kita juga harus berpijak pada realita. Teknologi yang telah kita kuasai diharapkan terus berkembang dan diaplikasikan secara luas, sementara yang belum kita kuasai, haruslah kita pelajari dan kita kembangkan melalui kerjasama dengan negara dan industri lain yang memang paling maju di bidangnya. 

Komentar