Berkebun (Lagi)
Ahad kemarin, saya dan 3 orang teman main-main ke Pameran Flona di Lapangan Banteng, di daerah Senen. Awalnya sih cuma pengen liat-liat hewan-hewan di sana doang (terutama reptil, kura-kura utamanya lagi). Eh nggak tahunya malah kesengsem sama dua tanaman sukulen ini. Berikut akan saya bahas satu persatu.
Yang satu ini, awalnya saya kira semacam kaktus. Ternyata bukan, jauh malah. Ini adalah Monadenium (tepatnya, dikenal dengan sebutan Monadenium ritchiei ssp. nyambense yang belakangan diedit menjadi Euphorbia ritchiei ssp. nyambensis pada sistem klasifikasi yang baru). Sejenis tanaman dari famili Euphorbiaceae alias getah-getahan, yang mencakup juga singkong (Manihot esculenta), pohon jarak (Jartopha curcas), karet (Hevea brasiliensis) dan lain-lain. Oke, pembaca pasti nggak suka dengan nama-ilmiah-yang-menyulitkan-lidah tadi kan? Kita lewati saja. Intinya, saya naksir sama si Mona ini (sebut saja begitu) karena bentuknya yang aneh, seperti kaktus pada umumnya dan dia nggak berduri tajam macam kaktus. Belakangan, saya pikir bentuknya lebih menyerupai gada siluman ketimbang tanaman. Awalnya mau saya namain Bumpy mengingat bentuk batangnya yang seperti benjol-benjol, tapi kayaknya lebih manis dipanggil Mona si Monadenium saja deh. Hehehe . . .
Sementara yang ini, diperkenalkan oleh si penjual (saya lupa nama booth penjualnya, yang jelas sama dengan si Mona tadi) sebagai Keladi Bawang, karena memiliki umbi seperti bawang. Namun ketika saya bertanya pada Mbah Google yang harusnya tahu segalanya di dunia maya, beliau tidak mampu memberikan jawaban memuaskan; tidak ada yang namanya keladi atau calladium bawang, pun keladi-totol-berdaun-ungu. Maka saya simpulkan bahwa Keladi Bawang hanyalah nama fiktif, atau mas-mas penjual tadi salah mengenali tanaman gara-gara habis makan bawang. Searching sana-sini, saya akhirnya mendapatkan titik terang. Dialah Ledebouria socialis, yang berasal dari subfamili Hyacinthaceae (dulunya disebut Liliaceae pas jaman saya masih SMP-SMA dulu) dari famili Asparagaceae. Berarti dia masih sekelompok sama Agave, Sansevieria, dan pohon darah naga dari pulau Socotra. Dari awal tanaman ini sudah membuat saya jatuh cinta sama daunnya yang totol-totol. Ditambah bagian bawah batangnya yang menggembung, menambah poin plus tersendiri. Saya namakan dia Chitra, berasal dari kata Sansekerta citrakāyah yang artinya mengacu pada corak/zona pewarnaan pada tanaman atau hewan (citah, hewan darat tercepat, namanya berasal dari kata tersebut, mengacu pada corak totol-totol pada tubuhnya). Saya nggak namakan dia Spotty karena nanti dikira anjing (saya nggak suka anjing) atau Dottie (karena ada teman angkatan saya yang namanya begitu) :p
Sementara yang ini, diperkenalkan oleh si penjual (saya lupa nama booth penjualnya, yang jelas sama dengan si Mona tadi) sebagai Keladi Bawang, karena memiliki umbi seperti bawang. Namun ketika saya bertanya pada Mbah Google yang harusnya tahu segalanya di dunia maya, beliau tidak mampu memberikan jawaban memuaskan; tidak ada yang namanya keladi atau calladium bawang, pun keladi-totol-berdaun-ungu. Maka saya simpulkan bahwa Keladi Bawang hanyalah nama fiktif, atau mas-mas penjual tadi salah mengenali tanaman gara-gara habis makan bawang. Searching sana-sini, saya akhirnya mendapatkan titik terang. Dialah Ledebouria socialis, yang berasal dari subfamili Hyacinthaceae (dulunya disebut Liliaceae pas jaman saya masih SMP-SMA dulu) dari famili Asparagaceae. Berarti dia masih sekelompok sama Agave, Sansevieria, dan pohon darah naga dari pulau Socotra. Dari awal tanaman ini sudah membuat saya jatuh cinta sama daunnya yang totol-totol. Ditambah bagian bawah batangnya yang menggembung, menambah poin plus tersendiri. Saya namakan dia Chitra, berasal dari kata Sansekerta citrakāyah yang artinya mengacu pada corak/zona pewarnaan pada tanaman atau hewan (citah, hewan darat tercepat, namanya berasal dari kata tersebut, mengacu pada corak totol-totol pada tubuhnya). Saya nggak namakan dia Spotty karena nanti dikira anjing (saya nggak suka anjing) atau Dottie (karena ada teman angkatan saya yang namanya begitu) :p
Ada hal lain yang menambah daya tarik kedua tanaman ini. Mereka berdua adalah tanaman sukulen yang berasal dari benua kering Afrika (si Mona dari Afrika sebelah timur, si Chitra dari Afrika Selatan), sama-sama terbiasa dengan lingkungan yang jarang air. Si penjual sendiri juga mengatakan bahwa mereka gak perlu sering-sering disiram, cukup sepekan sekali. Dan juga gampang dibiakkan secara vegetatif dengan cara memisahkan anakan yang bergerombol di sekeliling tanaman induk. Secara keseluruhan, mereka cocok untuk orang sibuk yang kadang ingin menikmati waktu luang dengan merawat tanaman hias. Hahahaha, jadi merasa sibuk nih :p
Sebenernya sih saya dulu suka berkebun, ikut-ikutan mama saya. Namun ketika udah makin gede, lebih sering ngikutin kegiatan di sekolah jadi udah nggak pernah lagi. Apalagi pas di samping rumah udah dibangun sehingga menyusutkan luas kebun. Apalagi pas udah di Jakarta, nggak ada kos-kosan yang memiliki fasilitas kebun. Lalu pada suatu hari pas pertemuan English Club (we were talking about hobbies and collections) teman saya Choi (saya pernah sebut-sebut nama ini dalam beberapa postingan sebelumnya) membawa sanseviera miliknya yang ditanam dalam medium hydrogel. Sampai-sampai banyak yang tertarik untuk ikutan ber-hydrogel-ponik. Trus beberapa hari kemudian, Choi dan temen kosan saya yang lain, Pijar, pergi ke Pameran Flona, dan membawa pulang satu pot lidah buaya. Akhirnya saya pun ikutan tertarik ke pameran itu pas Ahad kemarin (meski niat awalnya hanya menonton binatang) dan akhirnya membawa pulang si Mona dan si Chitra dengan berandol IDR 5.ooo per pot. Hahahaha. Reviving old hobby is really fun :D
sumber :
http://www.cactus-art.biz/gallery/Photo_gallery_abc_cactus.htmSebenernya sih saya dulu suka berkebun, ikut-ikutan mama saya. Namun ketika udah makin gede, lebih sering ngikutin kegiatan di sekolah jadi udah nggak pernah lagi. Apalagi pas di samping rumah udah dibangun sehingga menyusutkan luas kebun. Apalagi pas udah di Jakarta, nggak ada kos-kosan yang memiliki fasilitas kebun. Lalu pada suatu hari pas pertemuan English Club (we were talking about hobbies and collections) teman saya Choi (saya pernah sebut-sebut nama ini dalam beberapa postingan sebelumnya) membawa sanseviera miliknya yang ditanam dalam medium hydrogel. Sampai-sampai banyak yang tertarik untuk ikutan ber-hydrogel-ponik. Trus beberapa hari kemudian, Choi dan temen kosan saya yang lain, Pijar, pergi ke Pameran Flona, dan membawa pulang satu pot lidah buaya. Akhirnya saya pun ikutan tertarik ke pameran itu pas Ahad kemarin (meski niat awalnya hanya menonton binatang) dan akhirnya membawa pulang si Mona dan si Chitra dengan berandol IDR 5.ooo per pot. Hahahaha. Reviving old hobby is really fun :D
sumber :
http://mutiarasansevieria.com/
Saya berpikir akan memelihara kaktus... :)
BalasHapusawal e aku juga mau beli kaktus,,tapi kesengsem sama 2 makhluk (eh, sebenernya mereka segerombol, dua gerombol makhluk) ini..dan si mona awalnya saya kira kaktus, ternyata bukan
BalasHapussaya pilih dia soalnya ogah sama kaktus yang banyak durinya