Tarhib Ramadhan; Kantor Kemenkeu (2-habis)

Lanjutan dari postingan sebelumnya, sang penceramah mulai masuk ke topik yang lebih spesifik. Yakni "nilai-nilai untuk membangun negara yang kokoh". Poin-poin yang berhasil saya catat adalah sebagai berikut :
  • tanamkan mindset bahwa bekerja adalah ibadah. Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk bekerja keras demi memenuhi nafkah untuk dirinya dan keluarga dengan cara yang halal. Allah SWT berfirman :

"Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." (QS Al-Mulk ayat 15)

Rasulullah bersabda, Sesungguhnya Allah Ta‘ala suka melihat hamba-Nya bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal. (HR. Dailami)

Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla. (HR. Ahmad)

  • hargai waktu dengan me-manage-nya dengan baik. Seorang muslim hendaknya mampu mengatur waktunya dengan baik sehingga dengan waktu yang terbatas di dunia ini, mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat/produktif dan bukan terbuang sia-sia tanpa manfaat. Allah SWT berfirman :
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran." (QS Al-Ashr ayat 1-3)
  • pekerjaan adalah kompetisi. Allah SWT menyuruh kita untuk berlom-lomba dalam kebaikan supaya kita termasuk orang yang beruntung di akhirat kelak. Termasuk juga dalam hal pekerjaan yang dilandasi niat ibadah. Allah SWT berfirman :
"Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan" (QS Al-Baqarah ayat 148)
  • pandangan yang Islami terhadap harta. Dalam suatu hadits, disebutkan bahwa Rasulullah Muhammad SAW tengah berkumpul dengan para sahabat, lalu beliau bertanya pada sahabat, tentang yang manakah harta milikmu itu. Dan macam-macam jawaban sahabar, mulai rumah, unta, dinar dan dirham, namun jawaban itu salah. Kata beliau, semua yang disebutkan para sahabat tadi adalah milik ahli waris mereka. Dan harta kita sebenarnya adalah yang telah kita amalkan di jalan Allah. Yang disumbangkan untuk digunakan demi kepentingan umat. Seperti yang dicontohkan oleh sahabat Utsman Ra. yang menyumbangkan banyak sekali hartanya demi umat Islam (lihat postingan sebelumnya). Dengan pandangan seperti ini terhadap harta, maka orang tidak akan rakus menimbun harta untuk kepentingan sendiri. Jika dirinya makin kaya, maka akan makin banyak sedekahnya untuk kepentingan umat, karena dia tahu bahwa harta yang disumbangkannya itulah harta miliknya yang sebenarnya, bukan yang ditimbun untuk pribadi tanpa dikeluarkan demi kepentingan umat.
  • pekerjaan baik diawali persiapan yang baik. Nabi Muhammad SAW mencontohkan hal ini dalam berpuasa. Di mana pada saat sahur, beliau berhenti dari kegiatan makan dan minum sekitar "sama dengan membaca al-Qur'an sebanyak 50 ayat" (jaman sekarang sekitar 10 menit), untuk bersiap-siap menunaikan ibadah Sholat subuh berjama'ah.
  • jujur=mujur. Di jaman sekarang, sering ada ungkapan bahwa yang jujur akan hancur, harus ikut dengan yang menjadi tradisi (meskipun itu salah) kalau mau selamat. Padahal sebenarnya, kejujuran lah yang akan membawa kemujuran dan keselamatan. Contohnya adalah Nabi Muhammad SAW. Beliau lahir dalam keadaan yatim, dalam keluarga yang miskin. Namun berkat akhlak beliau yang jujur dalam berdagang, beliau akhirnya mendapatkan seorang istri dan beberapa sahabat yang kaya raya (dan beliau pun juga kaya, namun tetap sangat sederhana) yang banyak membantu beliau baik dalam urusan dakwah maupun urusan duniawi. jadi, mengapa harus tidak jujur?
  • 'milik' kita di dunia hanyalah titipan yang kelak diminta pertanggungjawabannya. Kita tahu, bahwa kita lahir ke dunia ini anpa memiliki suatu apa pun, tanpa harta, tanpa jabatan, bahkan tubuh dan jiwa ini pun hanyalah titipan dari Allah SWT, pencipta kita. Dan kelak, akan semua ini akan diambil oleh-Nya, kembali pada-Nya. Dan akan diminta pertanggungjawaban, untuk apa umur kita dihabiskan, untuk apa harta kita dibelanjakan, dan sebagainya. Maka jikalau kita menyadarinya, maka kita akan senantiasa mempergunakan segala titipan Allah ini di jalan yang benar dan bukannya diselewengkan. Sehingga kelak kita tidak bingung ketika Allah menanyai kita tentang pertanggungjawaban segala titipan-Nya.

Demikianlah poin-poin yang dapat saya catat dari penceramah KH. Dr. Soetrisno Hadi, MA. MSi dari tarhib Ramadhan kemarin. Semoga dapat kita teladani, agar kita mampu ikut berperan dalam membangun negara yang kokoh berlandaskan pada ajaran Al-Qur'an dan As-sunnah. Wallahu'alam bish showab . . .

Komentar