Saya Muslim, dan Saya Bahagia
Pernahkah kita merengung, berapa banyak nikmat Allah yang
diberikan kepada kita? Berapa usia kita? 17, 20, 30, 40 tahun? Sudah berapa
liter oksigen dalam setiap tarikan nafas yang kita lakukan sepanjang hayat ini?
Sudah berapa kali jantung kita berdetak tanpa kita sadari? Sudah berapa terabyte data yang lalu lalang dalam
jaringan syaraf kita selama ini? Dan semua itu kita dapat dengan gratis. Belum
trehitung berbagai sumber daya lainnya yang bisa kita gunakan sepanjang hayat
ini. Belum termasuk begitu banyak kasih saying yang kita dapat selama ini dari
orang-orang terdekat kita. Belum termasuk berbagai rizqi lain dari Allah, baik
materi maupun non-materi. Apalagi masih ditambah nikmat iman dan islam dalam
hidup kita, masih diberi iming-iming tiket masuk ke surga. “Dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, maka kamu tak akan sanggup menghitungya”. Betapa
baiknya Allah memberikan itu semua bagi kita, sementara kita masih banyak lupa
pada-Nya dan berbuat dosa. Allah hanya meminta kita ‘membayar’ itu semua dengan
ketaatan, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Apakah pantas
kalau kita masih ‘menawar lebih murah’ lagi?
Sholat 5 waktu, masih juga ditawar seingetnya, kadang 5
kadang kurang. Shaum Ramadhan cuma sebulan, kok ya maaasih ada aja yang
bolong-bolong dengan berbagai alasan yang sebenarnya tidak syar’I (hayo ngaku
yang masih suka mokel pas Ramadhan).
Diminta zakat aja masih aja ada yang ngeles, padahal sudah diberi begitu banyak
rizqi dan kenikmatan dari Allah. Dan masih banyak lagi ‘penawaran-penawaran’
kita terhadap Allah SWT untuk ‘membayar’ segala kenikmatan tersebut.
Masih sering pula kita mengeluh, dengan sedikit cobaan dari
Allah. Berputus asa, bahkan menghujat Sang Pencipta seolah menjadi reaksi yang
wajar atas cobaan yang terjadi pada kita. Seolah cobaan itu benar-benar besar
dan tak sanggup kita tuntaskan. Padahal, Allah tak akan memberikan cobaan
melebihi kemampuan hamba-hamba-Nya. Entah itu berupa penyakit, gangguan dari
manusia lain, kekurangan harta, ketakutan, bencana alam dan lain sebagainya. Toh,
apa artinya sedikit cobaan jika dibandingkan dengan seluruh nikmat yang telah
diberikan oleh Allah kepada kita?
Maka sebenarnya tak ada alasan bagi kita, seorang muslim
yang telah begitu banyak mendapat nikmat dari-Nya, untuk tidak bersyukur dan
berbahagia. Apalah artinya sedikit cobaan dan gangguan dari sesama manusia (atau
makhluk lainnya; virus dan kuman yang menimbulkan penyakit, misalnya) dibandingkan
dengan seluruh nikmat dan kemudahan dari Sang Pencipta? Saya rasa, segala
kenikmatan dari Allah sebenarnya sudah cukup untuk membuat kita bahagia, jika
kita senantiasa mengingat dan mensyukkurinya (tentu tak semata dengan mengucap
Alhamdulillah, namun juga dengan banyak beribadah sebagai ‘pembayaran’ sebagaimana
saya sebutkan tadi). Itu merupakan resep bahagia yang sederhana dan tidak mahal
bukan? Maka, mari kita coba untuk selalu tersenyum pada dunia dan berkata
lantang (atau dalam hati aja juga boleh) “saya
muslim dan saya bahagia”. Berani?
*inspired by Mr. Noeg, ketua DKMBT Kantor Pusat DJBC pada
saat memberikan sambutan pada acara liqo’ gabungan semalem. Semoga resep
bahagia ini bisa manjur untuk penulis dan pembaca sekalian :)
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberi kritik, saran, usulan atau respon lain agar blog saya yang masih amatir ini bisa dikembangkan dan menjadi lebih bermanfaat lagi :)
Nuwus . . .