Kasasi: Korupsi dalam Pandangan Islam (1)

Assalamu'alaikum Pembaca sekalian. Pada kesempatan kali ini penulis akan berbagi tentang materi kajian selasa siang di Masjid Baitut Taqwa KP DJBC. Siang ini, materi yang disampaikan oleh Ust. A.H. Ibnu Rahman Al-Bughury adalah tentang korupsi dalam pandangan syar'i. Tidak usah ditanya lagi, tentu Islam tidak membenarkan korupsi. Namun hukuman paakah yang dibolehkan untuk para pelaku korupsi? Apakah dipotong tangan seperti fatwa terhadap pelaku pencurian, mengingat para koruptor sering disebut pencuri uang negara? Atau dibolehkan diberikan hukuman mati? Mari kita bahas sama-sama.
Sebelum lanjut ke pokok bahasan, ada baiknya kita tonton dulu video anti korupsi dari KPK berikut ini.



Dari video di atas (sebenarnya bahkan tanpa video di atas pun), kita dapat melihat dampak signifikan dari maraknya korupsi di negeri ini. Kemiskinan, kesenjangan sosial, dan berbagai kerugian negara lainnya. Kita semua adalah korban korupsi. Jadi harusnya kita semua bangkit melawan korupsi. Negara sebagai entitas yang juga menanggung banyak ekses dari korupsi, sudah seharusnya menetapkan hukuman yang tegas bagi para pelaku korupsi. Sayangnya, seringkali publik menilai bahwa hukuman yang diberikan kepada para koruptor terlalu ringan. Itulah yang terjadi ketika manusia lebih memilih mengagungkan hukum manusia, bukan hukum dari Sang Pencipta. Hukum buatan manusia, sebagaimana produk manusia yang lain, tentu tidaklah sempurna. Sebaik-baiknya hukum tentulah yang telah ditetapkan oleh Sang Pencitpa kita, Allah SWT.

Dalam Islam, praktek korupsi dapat disebut dengan ghulul, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

الْآنَ، مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَلْيَجِئْ بِقَلِيلِهِ وَكَثِيرِهِ فَمَا أُوتِيَ مِنْهُ أَخَذَ وَمَا نُهِيَ عَنْهُ انْتَهَى

Dari ‘Adiy bin ‘Amirah Al Kindi RA Berkata : aku pernah mendengar Nabi SAW bersabda :“Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (belenggu) yang akan dia bawa pada hari kiamat”.



Asy Syaukani menjelaskan, dalam hadits ini terdapat dalil “tidak halalnya (haram) bagi pekerja (petugas) mengambil tambahan di luar imbalan (upah) yang telah ditetapkan oleh orang yang menugaskannya, dan apa yang diambilnya di luar itu adalah ghulul”. Kata ghulul ( الْغُلُولُ ), secara umum digunakan untuk “setiap pengambilan harta oleh seseorang secara khianat, atau tidak dibenarkan dalam tugas yang diamanahkan kepadanya (tanpa seizin pemimpinnya atau orang yang menugaskannya)”.
 


'Apakah koruptor dapat disamakan dengan pencuri ? Bila disamakan dengan pencuri, bolehkah dijatuhi hukuman potong tangan?', mungkin begitu pertanyaan sebagian pembaca. Sabar, kita bahas pelan-pelan. 



Para ulama mensyaratkan beberapa hal untuk menjatuhkan hukum potong tangan bagi pencuri. Di antaranya: barang yang dicuri berada dalam (hirz) tempat yang terjaga dari jangkauan bila persyaratan ini tidak terpenuhi, tidak boleh memotong tangan pencuri. Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Oleh Seorang Laki-laki Dari Suku Muzainah Tentang Hukuman Untuk Pencuri Buah Kurma “pencuri Buah Kurma Dari Pohonnya Lalu Dibawa Pergi, Hukumannya Adalah Dia Harus Membayar Dua Kali Lipat. Pencuri Buah Kurma Dari Tempat Jemuran Buah Setelah Dipetik Hukumannya Adalah Potong Tangan, Jika Harga Kurma Yang Dicuri Seharga Perisai Yaitu : 1/4 Dinar (± 1,07 Gr Emas).” (HR. Nasa’i Dan Ibnu Majah)

Persyaratan ini tidak terpenuhi untuk kasus korupsi, karena kecenderungan saat ini, koruptor menggelapkan uang milik negara yang berada dalam ‘genggamannya’ (dalam kekuasaannya) melalui jabatan yang dipercayakan kepadanya (abuse of power). Koruptor tidak mencuri uang negara dari kantor kas Negara atau brankas penyimpanan atau dari bank. Oleh karena itu, para ulama tidak pernah menjatuhkan sanksi potong tangan kepada koruptor.

‘Lalu apa dong hukuman untuk para koruptor?’, mungkin begitu pikir pembaca.

(insyaAllah bersambung)

Komentar