Kekuatan Pokok Minimum TNI: Antara Kebutuhan, Ancaman dan Potensi Munculnya Kewajiban Kontijensi

Kali ini penulis belum akan menceritakan kelanjutan kisah horor yang dari postingan sebelumnya. Tapi entah kenapa, pengen berbagi sedikit tentang hal-hal berbau militer. Sebenarnya penulis adalah pengamat militer amatir yang selalu mengikuti perkembangan info dunia militer, nggak cuma Indonesia, tapi juga kawasan lain. Anehnya, penulis belum sekalipun menulis hal-hal berbau militer di blog ini. Maka kali ini penulis akan membagikan tulisan tentang topik militer untuk pertama kalinya di blog ini. 
Semua berawal dari salah satu mata kuliah saat penulis masih menjadi mahasiswa DIV PKN STAN tahun ajaran 2015-2016 kemarin (sekarang udah DO :( , sedih). Mata kuliahnya adalah Seminar Keuangan Publik. Pada paruh pertama semester 7 (sebelum UTS), dosen penulis memfokuskan pada materi kewajiban kontijensi, alias contingent liabilities. Arti dari kewajiban kontijensi adalah suatu kewajiban (utamanya dari sudut pandang keuangan negara) yang muncul sebagai konsekuensi diambilnya suatu keputusan. Misal, ketika pemerintah memutuskan mengambil soft loan dari suatu pihak, maka akan muncul CL (contingent liabilities) berupa kewajiban membayar hutang tersebut berikut bunga (dan denda, jika terlambat) yang akan terjadi di masa depan. 

Nah, dosen penulis menugaskan para mahasiswa untuk menulis sebuah paper dengan tema CL. Berhubung penulis nggak ada ide untuk menulis hal-hal terkait keuangan negara secara umum adalah pengamat militer, akhirnya penulis berpikir, bagaimana caranya mempertemukan dunia militer dengan CL. Akhirnya ketemu ide tentang MEF (Minimum Essential Force), suatu program penguatan militer Indonesia yang digagas pada era kepemimpinan Presiden SBY. Di mana-mana pembaruan milter pasti butuh dana yang tidak sedikit, yang salah satu sumbernya adalah hutang luar negeri. Maka akhirnya penulis memilih judul "Kekuatan Pokok Minimum TNI: Antara Kebutuhan, Ancaman dan Potensi Munculnya Kewajiban Kontijensi". Keren kan? Penulis memutuskan mempublikasikan karya ini sehubungan dengan keselarasan tulisan penulis dengan berita bahwa Menkopolhukam ingin meningkatkan anggaran pertahanan nasional (tautan di sini). Memang bukan hal baru, karena sejak era Presiden SBY pun, hal ini sudah digaungkan. Pak Menko nampaknya hanya ingin mempertahankan gaung tersebut seiring kunjungan Menhan ke Rusia, dan memanasnya situasi di Laut Cina Selatan yang secara tidak langsung bisa menyeret Indonesia, mengingat letak wilayah konflik yang berdekatan dengan Kepulauan Natuna.

Bagaimana ceritanya? Simak pada tautan berikut. Sebenarnya penulis ingin menuliskan semua di sini, namun paper tersebut panjangnya 26 halaman, jadi bakal boring kalau ditulis ulang di blog. Silahkan yang minat, baca pada tautan di atas.

Oh ya, sebagai bonus, pada tugas berikutnya (UAS), penulis juga dapat tugas paper lagi. Kali ini temanya tentang defisit anggaran. Penulis mengambil judul "Paradoks Defisit Anggaran Saudi Arabia: Peningkatan Anggaran Militer di Tengah Penurunan Harga Minyak". Dapat dibaca pada tautan berikut. Kenapa ambil tema militer lagi? Tentu saja, masih karena penulis nggak ada ide untuk menulis tema tentang defisit anggaran jadi cari tema yang bisa dipaksain terkait ke defisit anggaran merupakan pengamat militer :D

Komentar