Kunci Bisnis Tanpa Rugi

Bisakah bisnis tanpa merugi? Adakah caranya? Bukankah setiap bisnis pasti akan ada ruginya?
Mungkin itu yang ada di benak pembaca setelah melihat judul posting ini. Namun ini bukan sekedar omong kosong MLM, melainkan sebuah jaminan. 
Masak sih? Siapa yang berani menjaminnya?
Yang menjamin adalah Allah SWT. Dalam Al-Qur'an Surat Al-Fathir (surat ke 35) ayat 29 dan 30, disebutkan bahwa

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri

Demikian disampaikan oleh Ustadz Dr. Iskandar Mirza pada kajian peringatan Isra' Mi'raj di MBT KP DJBC siang tadi. Mari kita bahas poin-poin penting dalam topik bisnis yang tak pernah rugi ini.

Orang-orang yang selalu membaca kitab Allah

Al-Qur'an diturunkan oleh Allah kepada manusia agar dijadikan pegangan hidup, agar manusia selamat tak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Al-Qur'an adalah sumber ilmu yang tak hanya mengajarkan ibadah, akhlak dan muamalat, namun juga berisi ilmu alam yang menginspirasi para ilmuan besar Islam di era kejayaan Islam dulu kala (yang insya Allah akan segera hadir kembali). Membaca Al-Qur'an terdiri dari tiga tahap yaitu:
  1. iqra, membaca untuk pemula (sekedar membaca)
  2. tartil, membaca dengan benar dan memaknainya
  3. tilawah, yakni membaca dan memaknainya secara rutin (sebagaimana digunakan dalam QS. Al Fathir ayat 29, yang menggunakan istilah tilawah). (pembahasan lebih mendetil bisa dibaca di sini)
Al-Qur'an memiliki hak untuk dibaca-yang artinya kita memiliki kewajiban untuk membacanya. Dalam membaca Al-Qur'an, ada tiga tingkatan manusia, yakni:
  1. orang yang lalai; yang membaca kurang dari 50 ayat per hari (50 ayat adalah jeda waktu dari sahur ke adzan subuh bagi para sahabat)
  2. orang beriman; yang membaca setidaknya 100 ayat sehari
  3. orang yang tidak akan dituntut oleh Al-Qur'an kelak di akhirat; yang membaca setidaknya 200 ayat sehari
 Membaca dan mengahfal Al-Qur'an itu mudah, asal istiqomah. Kalau memulai saja belum ya tentu susah. Makanya, ayo giatkan membaca Al-Qur'an setiap setelah sholat, minimal 2 lembar agar bisa sehari satu juz tanpa terbebani. Atau luangkan waktu sejenak sebelum bekerja untuk mengaji barang 50 ayat (kurang lebih 10 menitan).

Mendirikan sholat

Sholat, sebagaimana kita tahu, adalah tiang agama yang diharapkan mampu menghindarkan pelakunya dari perbuatan keji dan munkar. Namun sayangnya, masih banyak orang yang sholat namun masih pula berbuat keji dan munkar.  Hingga ini dijadikan bahan argumentasi bagi kaum yang berpikiran liberal sebagai dalil "buat apa sholat kalau masih bejat", atau "sholat rutin tapi korupsi rajin", dan pada gilirannya nanti akan merembet ke "mending pemimpin kafir tapi jujur daripada muslim tapi korupsi".
Mengapa demikian? Mengapa masih ada orang yang sholat namun kelakuan tetap tak amanat?

Hal itu disebabkan oleh belum khusyuknya sholat orang tersebut, sehingga sholatnya hanya sekedar menggugurkan kewajiban tanpa merubah akhlaknya. Maka untuk bisa khusyuk, ada dua indikatornya, yaitu:
  1. Merasa diawasi oleh Allah dalam sholatnya
  2. kalau tidak bisa, maka ingatlah kematian (tips dari Ustadz, bayangkan sholat di depan mayat kita sendiri agar mampu khusyuk)
Insya Allah jika mampu khusyuk dalam sholat, akan ada perubahan dalam akhlak kita.

Menafkahkan sebahagian rizki dari Allah

Dalam mengeluarkan rizki dari Allah ada beberapa tingkatan, yakni:
  1. sedekah; yang paling "murah" karena bisa dilakukan tanpa nominal tertentu bahkan tanpa biaya (msial, senyum ke sesama, memberi salam, menyingkirkan duri di jalan, itu juga termasuk sedekah)
  2. zakat; kewajiban yang sudah ada besaran dan ketentuannya
  3. infaq; yang paling besar, yakni sebagaimana dicontohkan oleh Khalifah Abu Bakar yang menginfakkan separuh hartanya dan Umar yang menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah
Tentu, dalam menafkahkan sebagian dari rizki yang Allah berikan pada kita, harus dipilihkan yang terbaik. Bukankah Allah selalu memberikan yang terbaik pada kita?

Sesungguhnya sholat, infaq, dan seluruh ibadah kita hanya untuk diri kita sendiri. Allah tidak butuh disembah oleh kita. Bahkan jika seluruh manusia di bumi kafir dan musyrik pun, tak akan mengurangi kebesaran kuasa Allah, dan seandainya seluruh manusia beriman sebenar-benarnya iman kepada Allah pun tak ada pengaruhnya pada kekuasaan Allah. Maka jika kita yang berkepentingan ntuk mendekatkan diri dan mencari ridho-Nya, serta menghindari murka-Nya, akankah kita masih asal-asalan dalam beribadah?


Komentar