Kompromi

Saat ini sudah hampir 6 bulan penulis menjadi seorang suami. dan alhamdulillah, istri sudah tinggal bersama penulis, jadi hampir tiap hari ketemu. Barangkali akan ada pembaca yang penasaran dan ingin bertanya, "bagaimana rasanya menikah?". Nah, kali ini penulis akan sharing sedikit tentang pernikahan. Check it out.


Pra-Nikah

Pertama-tama yang harus dipersiapkan sebelum menikah adalah mental. Tentu, calon pengantinnya harus sudah ada dulu. Penulis bukan mau membahas rukun pernikahan (mempelai pria dan wanita; wali mempelai wanita; saksi; dan ijab-kabul). Bukan itu yang akan penulis bahas. Bukan pula urusan biaya. Tapi lebih ke mental aja sih. Ketika menikah, bukan hanya menyatukan Anda dan si dia. Tapi juga keluarga Anda dan keluarga dia, dan seluruh keluarga besarnya. Akan ada banyak penyesuaian karena perbedaan-perbedaan yang ada. Kedua mempelai pasti beda latar belakang keluarga, beda kebiasaan, beda latar pendidikan/pekerjaan juga mungkin, beda karakter, dan yang pasti beda jenis kelamin (harus itu, nggak boleh sejenis lo ya). Menyatukan perbedaan itu tidak selalu mudah. jadi siapkan diri Anda.

Dan ini juga akan berdampak juga terhadap acara pernikahan. Satu pihak ingin begini, bisa jadi pihak satunya ingin begitu. Dari urusan pilih tanggal, lokasi, pakai EO atau tidak, dekor seperti apa, sampai ke detil-detil seperti warna dekorasi, menu makanan, dan lain-lain. Dan akan ada kerikil-kerikil kecil saat persiapan pernikahan. Nggak akan mungkin semuanya lancar jaya tanpa hambatan seperti cahaya melaju di ruang hampa. Pasti akan ada masalah-masalah kecil. Dan bagaimana menyelesaikan masalah tersebut, kembali ke kedewasaan masing-masing mempelai.

Dan tak lupa, jangan sampai salah niat dalam menikah. Niatkan menikah untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Niatkan nikah sebagai jalan untuk menyempurnakan separuh agama. Niatkan menikah untuk beribadah. Pilihlah calon pasangan berdasarkan agama dan akhlaknya. In sya Allah, kalau agama dan akhlaknya baik, segala urusan lain akan jadi baik juga. Lancar? Nggak jamin, tapi jadi baik, dan berkah, in sya Allah. Urusan mapan atau belum, urusan latar belakang pendidikan, urusan keturunan, urusan tampang, itu nomer sekian. Pokoknya yang penting agama dan akhlaknya. Dan kesamaan niat. Karena segala amalan itu tergantung niatnya.

Pas Setelah Nikah

Setelah akad nikah, maka sah sudah kedua pasangan menjadi suami-istri (bukan-suami-suami atau istri-istri loo ya). Apakah itu berarti enak-enakan? Well. . . maybe yes, maybe no. Penulis bukannya men-discourage pembaca untuk menikah, tapi realistis sajalah. Pernikahan (sebagaimana segala urusan dunia kita), tak akan berjalan lancar tanpa hambatan, mulus sesuai rencana kita. Akan ada kejutan-kejutan, masalah-masalah yang akan timbul. Dari urusan sepele sampai yang serius. Maka kembali lagi. Apa niat kita menikah? Luruskan niat, in sya Allah semua akan berkah.

Menikah nggak urusan "jadi raja & ratu sehari" lalu salam-salaman dengan tamu. Urusan nikah jauh lebih kompleks daripada sekedar resepsi dan berbagai prosesi adat (jika dilakukan, jika tidak pun lebih enak, yang penting rukunnya ada). Urusan pasca resepsi akan jauh lebih kompleks dan urgen daripada sekedar acara sehari-dua hari itu.

Bukan berarti tidak penting, tapi jangan sampai hanya karena gengsi, sumber daya yang ada dihabiskan di acara awal. Lalu setelahnya kelimpungan. jangan sampai. Bagaimanapun, jangan sampai berhutang untuk acara pernikahan, karena pasca acara bisa jadi menghabiskan lebih banyak sumber daya pikiran, biaya dan tenaga.

Dari yang penulis rasakan selama ini, hal terpenting adalah kompromi. Seperti sudah dibahas di awal tadi, kedua pihak pasti punya banyak perbedaan (syukur-syukur kalau banyak kesamaan sifat, latar belakang pendidikan/pekerjaan, suku, dll karena penyesuaian akan lebih mudah - makanya diprioritaskan yang sekufu). Dan harus adak kompromi atas perbedaan-perbedaan itu. Ngalah, turunkan gengsi dan ego demi ketentraman dalam rumah tangga.

Masing-masing pihak harus memahami kewajiban masing-masing, dan ikut membantu pasangannya dalam setiap kegiatan. Bonding itu perlu. Tidak harus selalu nonton bioskop berdua atau wisata ke luar kota. Cukup dengan memasak atau membereskan rumah bersama diiringi obrolan dan bercanda, yang penting kebersamaannya. In sya Allah, jika niatnya tulus, lalu sama-sama melakukan yang terbaik dalam menjalankan perannya, saling bantu dan membuang ego, in sya Allah, pernikahan yang "10% enak, 90% sisanya enak banget" akan bisa terwujud :D

Komentar