Aksi Bela Islam The Series
Jumat kemarin, kita telah bersama-sama menyaksikan
sebuah kejadian langka di negeri ini, dimana jutaan umat muslim bersama-sama
berkumpul memadati area sekitar monumen nasional, memanjatkan doa, dzikir
bersama dan sholat Jumat bersama. Turut bergabung pula Presiden RI beserta
Wapres, Panglima TNI, Kapolri dan beberapa tokoh penting lain, yang memberikan
sambutan singkat selepas sholat. Kali ini penulis tidak ingin membahas latar
belakang aksi ini. Tidak pula membahas seputar pro dan kontra terhadap aksi
ini. Bukan juga membahas betapa rapi, bersih, damai dan tertibnya aksi ini. Tentang
semangat para peserta aksi dari berbagai daerah, kita telah sama-sama
menyaksikan. Tentang cuaca yang bersahabat dan mempermudah para peserta aksi
untuk bersuci sebelum sholat Jumat, kita juga telah sama-sama menyaksikan. Pun doa
untuk negeri yang dimunajatkan, kita pun sama-sama mengaminkan. Tudingan miring
tentang dugaan akan adanya usaha untuk melakukan tindakan makar dan
kekhawatiran akan adanya tindakan anarkis, alhamdulillah tidak terbukti. Adapun
proses hukum yang tengah dilakukan, kita insyaAllah akan sama-sama mengawalnya,
sudah serahkan saja pada pihak berwajib. Bukan, bukan itu semua yang ingin
penulis bahas. Yang ingin penulis bahas adalah aksi lanjutan dari aksi damai
4-11 dan 2-12 ini.
Menurut penulis, harus ada. Tapi bukan dalam
bentuk aksi damai di lokasi tertentu, tidak seperti dua aksi sebelumnya. Aksi lanjutan
yang ini harus dilakukan di seluruh Indonesia. Tidak pada tanggal tertentu,
tapi setiap hari sepanjang tahun. Tidak hanya diikuti ribuan hingga jutaan peserta (tergantung klaim siapa),
melainkan oleh seluruh umat muslim di Indonesia.
Jika kita ibaratkan dua aksi sebelumnya ibarat trilogi
film bioskop yang sangat seru, menyedot perhatian banyak orang namun tidak dapat diikuti
oleh setiap orang, maka aksi lanjutan ini penulis harapkan menjadi “Aksi Bela
Islam The Series”, sebut saja seperti itu. Diharapkan aksi ini dapat diikuti
oleh seluruh umat Islam di Indonesia setiap hari, sebagaimana tayangan televisi
“the series” lain yang tayang setiap hari.
Jika dalam dua aksi sebelumnya dipicu oleh
pelecehan agama oleh Gubernur DKI, maka yang menjadi pemicu aksi the series
adalah pelecehan nilai-nilai Islam yang selama ini ternoda oleh perbuatan
sebagian kaum muslimin yang tidak menjalankan keislamannya sepenuhnya.
Oleh para pejabat publik yang tampil dengan
peci dan jilbab, namun mengkorup uang rakyat.
Oleh para pedagang yang namanya Islami namun
berdagang dengan curang, mengurangi takaran timbangan dan menyembunyikan cacat
barang dagangan.
Oleh para penjahat kelamin yang usai
menjalankan aksinya, mengatakan dengan entengnya bahwa dia khilaf, tanpa
memikirkan masa depan para korbannya.
Oleh para pecinta miras, penjudi garis keras,
dan penikmat seks bebas yang ketika kedapatan menjalankan aksinya, seolah lupa
dengan tulisan “Islam” di KTPnya, apalagi dengan akhirat dan segala perhitungan
amal perbuatan di sana.
Oleh para pemeluk agama Islam yang masih
menjalankan budaya musrik warisan nenek moyang sebelum datangnya Islam.
Oleh para penganut ajaran Islam yang justru
melakukan kekerasan dan tindakan tak terpuji lain atas nama Islam, tanpa
mempelajari dan menjalankan ajaran Islam secara menyeluruh.
Oleh para penganut agama Islam namun tidak
menjalankan ajaran Islam dengan sungguh-sungguh, terlebih bagi yang masih
menjalankan larangan dalam agama Islam.
Ketika kita marah terhadap seorang penganut
agama selain Islam yang menuduh ajaran Al-Qur’an sebagai alat untuk membohongi masyarakat,
mengapa kita tidak marah melihat sesama umat Islam yang menganggap bahwa status
KTP Islam sebagai jaminan tiket ke surga namun tidak menjalankan ajaran Islam
dengan sungguh-sungguh, bahkan masih menjalankan dosa besar?
Harusnya kita marah melihat itu semua, kita
harus memarahi diri kita sendiri yang masih egois dan enggan mengingatkan
saudara-saudaranya untuk memperbaiki keislamannya. Kita marah melihat
ketidakpedulian umat pada anak-anak yatim, janda terlantar, orang miskin, orang
sakit, orang-orang yang terlantar.
Kita harus beraksi untuk menunjukkan Islam yang
sebenarnya, yang menjadi rahmatan lil ‘alamin. Kita bangga dengan solidaritas
umat saat kita “diserang” oleh pihak lain, tapi kita sering lupa bahwa kekuatan
umat ini juga dirongrong oleh perbuatan buruk dari sebagian umat Islam sendiri.
Ketika ada pejabat publik, muslim, dan terlibat
kasus korupsi, umat Islam harusnya marah, malu karena kesilaman pejabat tersebut
tak menjadikannya mampu menjalankan amanah jabatan secara Islami.
Ketika ada pelaku kejahatan seksual yang
beragama Islam, umat Islam harusnya marah, malu karena keislaman pelaku tersebut
tak menjadikannya mampu menahan hawa nafsu.
Ketika ada pelaku tindak kekerasan dan teror
yang beragama Islam, umat Islam harusnya marah, malu karena keislaman pelaku tersebut
tak menjadikannya mampu menunjukkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Kita perlu aksi lanjutan, aksi bela Islam
secara nasional yang dijalankan oleh seluruh umat Islam di Indonesia, bahkan di
dunia, untuk menunjukkan wajah Islam yang sebenarnya. Bukan wajah pejabat
beragama Islam yang korup sehingga masyarakat skeptis terhadap politisi dan
calon pemimpin beragama Islam. Bukan wajah para penjahat kelamin yang akhirnya
menjadikan sebagian akhwat berpendapat “percuma kita berjilbab kalau para
lelaki tak bisa menahan syahwat”. Bukan wajah pelaku teror yang seringkali dilabeli
sebagai penganut Islam radikal, menjadikan orang enggan mengaji karena khawatir
nanti akan dijadikan pelaku bom bunuh diri. Bukan wajah muslim dan muslimah
musiman, yang berbuat baik ke sesama dan menutup aurat hanya saat Ramadhan
tiba, tapi kesehariannya tak beda dengan kaum jahiliyah.
Kita perlu aksi lanjutan, untuk membela Islam
dari penistaan yang dilakukan oleh pemeluk Islam yang gagal menunjukkan
keislamannya dalam bermuamallah dan ibadah. Bukan aksi insidental dengan mengumpulkan jutaan orang di suatu tempat, di suatu waktu, namun sebuah aksi nyata berkelanjutan dalam keseharian keislaman kita. Karena Islam adalah agama yang kaffah,
sempurna, kompatibel untuk segala era, namun karena ketidaksempurnaan
pemeluknya lah yang menjadikan Islam terlihat terbelakang, penuh teror dan
paksaan, serta tak sesuai tuntutan zaman.
Mari, kita lakukan aksi bela Islam versi kita,
dimulai dari yang kecil, dimulai dari saat ini, dan dimulai dari diri kita
sendiri.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberi kritik, saran, usulan atau respon lain agar blog saya yang masih amatir ini bisa dikembangkan dan menjadi lebih bermanfaat lagi :)
Nuwus . . .