Bom Panci yang (Diberitakan Terlalu) Bombastis
Kabarnya, Sabtu kemarin pihak kepolisian
menemukan sebuah bom berbahan triacetone triperoxide (TATP) seberat 3kg, yang diklaim
“... kalau meledak ini radius 300 meter hancur semua," kata Kabid Humas Polda
Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono di lokasi kejadian, Sabtu (10/12/2016). Bom tersebut memiliki bobot 3 kilogram. Bom
rencananya akan diledakkan besok pagi (11/12). "Kalau dinyalakan kecepatannya adalah
4.000 km/jam," imbuh Argo.”
(dilansir dari situs detik)
Sekilas membaca berita itu, mungkin orang pada
umumnya akan berkata “wow, how
destructive”.
Itu kalau orang pada umumnya. Kalau penulis,
langsung ngakak.
Serius, ngakak. Dan menyeringitkan dahi, sebenarnya.
Bukan bermaksud menertawakan keberhasilan
polisi mengamankan terduga pelaku berikut bomnya, bukan pula penulis setuju dengan pelaku dan dalang perbuatan teror di negeri ini dan negeri lainnya, toh dalam Islam juga tidak mengajarkan kita untuk meledakkan bom yang dapat menimbulkan korban jiwa dalam kondisi bukan peperangan pula. Penulis hanya ngakak melihat pernyataan mengenai kekuatan bom tersebut (sebagaimana dilansir dalam beberapa situs berita).
Sebagai pengamat militer amatir, ketika membaca
bahwa bom tersebut mampu menghancurkan segala sesuatu dalam radius 300m (ingat,
kalau bicara radius, artinya bayangkan sebuah lingkaran dengan jari-jari 300m
dengan bom tersebut sebagai pusatnya), penulis langsung ingat dengan “Father of All Bomb” bikinan Rusia. Sebuah bom termobarik (menghasilkan panas dan tekanan
tinggi) yang diungkapkan ke publik hampir satu dekade lalu. Sebuah bom seberat
7,1 ton yang diklaim ledakannya setara 44 ton TNT (TNT atau trinitrotoluene
adalah bahan peledak yang umumnya digunakan sebagai dinamit), yang radius bola
api akibat ledakannya diklaim memiliki radius 300m. FOAB diklaim 4 kali lebih
kuat daripada “Mother of All Bomb”, julukan kepada senjata serupa milik AS,
dengan berat 8,2 ton dan kekuatan ledakan setara 11 ton TNT, dengan radius bola
api ledakannya diklaim mencapai 150m. Kedua senjata ini merupakan senjata
konvensional (non-nuklir) terkuat di dunia. Memang, beberapa analis di dunia
barat skeptis terhadap klaim Rusia atas kekuatan FOAB-nya, namun hampir semua
setuju bahwa FOAB merupakan senjata yang amat kuat (meski secara taktis,
mungkin tidak praktikal dalam perang modern), meski mungkin tidak benar-benar
setara 44 ton TNT atau memiliki radius ledakan dua kali lipat MOAB.
Dan ketika dikatakan bahwa bom yang ditemukan dalam panci/ricecooker di Bintara, Bekasi seberat tiga kilogram itu mampu meluluhlantakkan segala
sesuatu dalam radius 300m, jika itu benar, maka penulis akan sangat kagum dengan
pembuatnya, karena itu artinya dia bisa membuat sebuah senjata yang jauh lebih
kuat daripada FOAB dan MOAB milik dua Negara adidaya di atas.
Namun benarkah bom panci (sebut saja begitu) tersebut mampu meluluhlantakkan segala sesuatu dalam radius 300m?
Let’s talk about
science, Mr. Police and dear Readers.
Reaksi Kimia yang
Meledak-ledak
Sejenak mari kita ingat pelajaran kimia SMA, tentang
reaksi eksoterm, alias reaksi kimia yang melepaskan panas. Contoh
sederhana reaksi eksoterm adalah saat kita menyalakan kompor, di mana gas alam cair
(CH4 dan semacamnya) dari tabung bereaksi dengan oksigen,
menghasilkan CO2 dan H2O. Energi yang terkandung dalam
setiap molekul gas alam cair lebih tinggi daripada energi yang terkandung dalam
molekul CO2 dan H2O yang menjadi hasil reaksi tersebut,
den selisih energi tersebut kita lihat sebagai lidah api kompor yang kita
manfaatkan untuk memasak. Jika reaksi tersebut berlangsung secara perlahan,
dapat kita sebut hal itu sebagai reaksi pembakaran (Combustion).
Dalam hal bahan peledak, energi yang timbul
akibat reaksi kimia tersebut berlangsung amat cepat, di mana bahan peledak
padat berubah menjadi gas dalam waktu yang sangat singkat dan berbeda dengan
reaksi pembakaran, maka itulah yang dalam bahasa kita sehari-hari sebagai
ledakan (explosion). Dalam sebuah
ledakan, tidak hanya tercipta bola api namun juga gelombang kejut (shockwave) akibat kemunculan gas dalam
jumlah besar secara tiba-tiba. Karena gas itu panas, ia akan memuai dengan
cepat, dan menyebar dengan cepat sambil membaya kerusakan di sepanjang ruang
tiga dimensi yang dilewatinya. Ingat saat Anda main petasan saat kecil dulu? Bukankah dalam setiap ledakan petasan disertai
dengan perasaan seperti ada angin berhembus dari sumber ledakan? Nah, itu
adalah gelombang kejut.
Shocking Shockwave
Dalam banyak kasus, gelombang kejut inilah yang
menjadi sumber utama kehancuran akibat sebuah ledakan. Artinya, dalam kasus
FOAB dan MOAB, radius kehancuran akibat meledaknya dua benda itu tentu lebih
jauh dari 300m dan 150m (radius bola api ledakan masing-masing bom), karena
besarnya gelombang kejut yang ditimbulkan. Maka, separah apakah daya rusak
sebuah bom seberat 3kg berbahan TATP? Kali ini penulis menemukan sebuah
infografis menarik tentang dampak ledakan 1kg TNT. Memang bukan TATP, namun
mengingat TNT adalah bahan peledak yang paling umum, maka nanti kita akan
bandingkan secara hitungan kasar (sumber, dari sini dan sini).
Pada infografis tersebut diperlihatkan bahwa ledakan 1kg TNT
menimbulkan dampak fatal (dapat menimbulkan kematian langsung) dalam radius 1m
sebagai akibat dari tekanan gelombang kejut sebesar 1.000 kilopascal. 1 pascal setara dengan gaya sebesar 1 Newton per m2 luas
permukaan. Sementara 1 Newton setara dengan jika Anda ditimpuk dengan benda seberat 1kg dengan kecepatan 1m/s dari jarak 1 meter (artinya benda itu awalnya iam, lalu bergerak dengan percepatan 1m/s2). 1.000 Kp kira-kira setara dengan ditimpuk beban satu ton yang bergerak dengan kecepatan 1.000m/s dari jarak 1m untuk
setiap m2 permukaan tubuh Anda. Singkat kata, pasti sakit sekali.
Pada jarak 2,7m, dampak ledakan masih mampu
untuk menimbulkan trauma dan cedera, namun tidak sefatal pada radius 1m. Pada
jarak 11m, bisa dibilang ledakan tidak menimbulkan dampak yang mematikan, meski
masih menimbulkan cedera ringan, terutama jika ada pecahan (debris) yang terlontar.
Itu kalau 1kg. Bagaimana kalau 3kg TNT? Apakah
radius fatal menjadi 3 meter? Secara matematis, tentu tidak sesederhana itu,
mengingat ledakan ini berdampak pada ruang tiga dimensi, maka semakin jauh dari
sumber, maka dampak ledakan juga akan semakin lemah meski tidak secara linear.
Saya belum mendapatkan hitungannya, tapi mari kita berasumsi secara ‘bodoh’,
anggap saja 3kg TNT memiliki radius letal sejauh 3 kali lipat dari 1 kg TNT,
maka radius yang kita dapatkan adalah 3m untuk fatalitas maksimal, 8,1m untuk
cedera menengah, dan 33m untuk cedera ringan.
300 Meter
Lalu sefatal apa ledakan akibat bahan peledak
TATP pada bom Bintara? Menurut salah satu sumber, ledakan TATP kira-kira 83%
dari kekuatan ledakan TNT untuk setiap berat yang sama. Maka kita dapatkan hitungan kasar radius fatal 2,4m; cedera ringan
6,5m; dan 27,4m cedera ringan.
Lalu
bagaimana dengan klaim press release dari Polri yang mengklaim “kalau meledak ini radius 300m hancur semua”?
Perlu dipahami bahwa Improvised Explosive Device (IED) atau bahan peledak bikinan rumah macam bom panci ini, memang umumnya tidak didesain untuk menimbulkan ledakan besar, dengan bola api raksasa dan gelombang kejut yang sangat destruktif, namun lebih mengarah ke memperbanyak jumlah korban dan meningkatkan radius fatal melalui fragmentasi/pecahan logam yang terlontar saat terjadi ledakan. Bagi pelaku, ini sejalan dengan prinsip ekonomi, yakni dengan modal sesedikit mungkin (yaitu bahan peledak yang relatif murah dan dapat dibuat menggunakan bahan-bahan yang ada di pasaran, bukan military grade high-explosive yang selain mahal juga susah didapat), menghasilkan 'keuntungan' (dalam perspektif pembuat bom, yaitu korban ledakan) sebanyak-banyaknya. IED semacam ini banyak dibikin oleh kelompok-kelompok militan di berbagai belahan dunia, bukan hanya di Indonesia. Dan syukurlah bahwa pihak kepolisian kita beraksi hingga tidak sampai terjadi korban jiwa.
Nasty, isn't it?
Maka kembali ke klaim "radius 300m hancur semua" itu, menurut saya agak berlebihan dan misleading. Mungkin ledakan akan terdengar dalam radius 300m atau lebih; juga besar kemungkinan akan ada debris atau material (pecahan panci?) yang terlontar sejauh beberapa puluh atau ratus meter (dan inilah yang paling besar potensinya untuk menimbulkan korban jiwa/luka); tapi segala sesuatu dalam radius 300m itu tidak akan hancur lebur. Jika bom ini meledak sesuai target yang diinginkan pelaku, maka hampir bisa dipastikan akan banyak korban luka dan kerusakan infrastruktur (baik ringan maupun parah), dan tidak menutup kemungkinan ada korban jiwa. Tapi tidak hancur semua. Secara bahasa, kurang tepat.
Nasty, isn't it?
Maka kembali ke klaim "radius 300m hancur semua" itu, menurut saya agak berlebihan dan misleading. Mungkin ledakan akan terdengar dalam radius 300m atau lebih; juga besar kemungkinan akan ada debris atau material (pecahan panci?) yang terlontar sejauh beberapa puluh atau ratus meter (dan inilah yang paling besar potensinya untuk menimbulkan korban jiwa/luka); tapi segala sesuatu dalam radius 300m itu tidak akan hancur lebur. Jika bom ini meledak sesuai target yang diinginkan pelaku, maka hampir bisa dipastikan akan banyak korban luka dan kerusakan infrastruktur (baik ringan maupun parah), dan tidak menutup kemungkinan ada korban jiwa. Tapi tidak hancur semua. Secara bahasa, kurang tepat.
Entah karena kesalahan wartawan dalam menangkap informasi yang disampaikan, atau kesalahan narasumber dalam menyampaikan informasi, bisa juga kurangnya
pemahaman teknis akan daya rusak bahan peledak tersebut, atau memang media bersangkutan ingin agar
beritanya terlihat bombastis, intinya pemberitaan bombastis seperti itu, saya rasa, justru akan berdampak buruk untuk citra Polri. Jadi muncul kesan lebay dalam pemberitaan. Apalagi yang bicara selevel Kabid Humas. Sungguh disayangkan.
Oh ya, satu lagi. Saya awalnya kurang memahami apa yang dimaksud “kecepatannya 4.000km/jam”. Kecepatan apanya? Ini bom atau misil sih? Atau lontaran material pecahan panci akan terlontar dengan kecepatan 4.000km/jam?
Setelah cari bahan bacaan tentang bahan peledak, hal yang dapat ditemukan terkait kecepatan adalah kecepatan ledakan yang menunjukkan seberapa cepat gelombang kejut (shockwave) merambat melalui medium bahan peledak tersebut (bukan kecepatan gelombang kejut yang dihasilkan ledakan, nampaknya. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh ledakan diistilahkan dengan blast wave).
Jadi, kecepatan ledakan diibaratkan seberapa cepat bahan tersebut meledak. Nilai kecepatan ledakan untuk bahan peledak padat umumnya di atas 4.000m/s, dan untuk TATP, nilainya adalah 5.300m/s.
Mungkin ini yang dimaksud oleh Pak Kadiv Humas saat mengatakan "kecepatannya 4.000km/jam. Tentu saja 4.000km/jam berbeda jauh dengan 4.000m/s. 4.000m/s itu setara dengan 14.400km/jam. Sementara 4.000km/jam kurang lebih 1.111m/s. Basic math, isn't it?
Semoga saja nanti ada ralat berita tersebut agar Pak Pol yang sudah susah payah bekerja tidak menjadi bahan ledekan netizen. Dan netizen, ingat, jangan main-main dengan bahan peledak. BAHAYA.
Setelah cari bahan bacaan tentang bahan peledak, hal yang dapat ditemukan terkait kecepatan adalah kecepatan ledakan yang menunjukkan seberapa cepat gelombang kejut (shockwave) merambat melalui medium bahan peledak tersebut (bukan kecepatan gelombang kejut yang dihasilkan ledakan, nampaknya. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh ledakan diistilahkan dengan blast wave).
Jadi, kecepatan ledakan diibaratkan seberapa cepat bahan tersebut meledak. Nilai kecepatan ledakan untuk bahan peledak padat umumnya di atas 4.000m/s, dan untuk TATP, nilainya adalah 5.300m/s.
Mungkin ini yang dimaksud oleh Pak Kadiv Humas saat mengatakan "kecepatannya 4.000km/jam. Tentu saja 4.000km/jam berbeda jauh dengan 4.000m/s. 4.000m/s itu setara dengan 14.400km/jam. Sementara 4.000km/jam kurang lebih 1.111m/s. Basic math, isn't it?
Semoga saja nanti ada ralat berita tersebut agar Pak Pol yang sudah susah payah bekerja tidak menjadi bahan ledekan netizen. Dan netizen, ingat, jangan main-main dengan bahan peledak. BAHAYA.
penjelasan yang detail
BalasHapus