The most awesome take-off moment
18.15,
maghrib. di atas Cengkareng, Langit merona, merekah, bagai apel Washington yang
baru masak. Semburat warna kuning, jingga, hingga merah mewarnai horizon. menatap
lekat indah warnanya dalam diam, menanti pesawat mendapatkan giliran lepas
landas.,Setelah beberapa lama, diselingi berbagai pesawat dari maskapai lain
yang silih berganti lepas landas dan mendarat, pesawat berwarna putih hijau pun
mendapat gilirannya. Berputar di ujung landasan hingga menghadap ke barat,
seolah menyongsong mentari yang telah mendekam di peraduannya.
Mesin
menderu, pesawat meluncur maju..seratus dua ratus tiga ratus meter hingga
akhirnya pesawat semakin mendongak, rodanya melepaskan diri dari pelukan erat
aspal landasan, meninggalkan bekas hitam karet ban, seperti kenangan yang
membekas setiap kali kita pergi meninggalkan suatu tempat.
Sudut
serang 30 derajat, lalu meninggi, hingga bandara yang tadinya tampak megah kini
hanya terlihat sebagai lading cahaya dengan berbagai pola, biru, hijau, lalu
melewati pagar pembatas dan sekian ratus meter ke udara dalam beberapa detik
saja.
Gumpalan
gumpalan awan cumulonimbus membuat guncangan kecil, ibarat menaiki mobil dan
melibas beberapa polisi tidur kecil di komplek perumahan. Beberapa bocah di deretan
belakang terpekik, antara kaget, antusias, atau memang mereka hanya sekedar
berisik. Ibukota kini hanya terlihat seperti hamparan permadani bertabur
cahaya. Lalu pesawat mulai memutar arah
menatap lekat
ke jendela di sisi kanan, menikmati langit senja sebagaimana sejak dulu kala,
menikmati indahnya momen pergantian antara kekuasaan kegelapan yang
menggantikan cahaya. Pesawat memutar mengharap imur, perlahan. Dengan indahnya
menampakkan jejak merah sang surya yang sudah tak terlihat, hanya merahnya, berlapis
jingga di atasnya, lalu kuning di sekitarnya. Berlapis-lapis warna, seperti
campuran es campur pelepas dahaga. Yang kali ini melepaskan dahaga akan
keindahan senja, yang telah lama tak terlihat karena terhalang pohon-pohon
beton ibukota. Kaki langit begitu penuh warna, kuning jejak surya yang menyebar
merata, bertemu birunya langit di ufuk yang lebih tinggi, menimbulkan sedikit
kesan hijau pucat, tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Indah, sempurna tanpa
cela dan tak akan mampu ditirukan manusia dalam bentuk lukisan atau apapun jua.
Kemudian
satu titik terang di langit Nampak, entah bintang apa namanya, sendirian saja
di atas sana. Mungkin dia yang paling terang malam ini, selain rembulan yang
belum terlihat. Benda langit yang satu ini seolah menyombongkan sinarnya sambil
berkata, “sang surya telah beristirahat di peraduannya, kini giliranku
mengambil tahta sebagai yang palling bercahaya”. Sementara pesawat semakin
membelakangi sisi barat, langit makin Nampak gelap. Beberapa titik cahaya lain
masih tampak malu-malu menunjukkan dirinya, seolah menunggu pelukan kegelapan
menyelimuti angkasa.
Ah, biar
saja tak ada dokumentasi dalam gambar, biar saja kuabadikan dalam kata.
Bukankah tak selamanya keindahan harus diabadikan dalam data, tersimpan dalam
gawai dan terlihat hanya saat kita ingat, lalu bahkan akan terlupa beberapa
hari setelahnya. Biarkan keindahan ciptaan-Nya merasuki mata, mengendap dalam
jiwa, sebagai penanda betapa kecil kita di alam semesta, betapa tak berarti
kita di hadapan Sang Pencipta.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberi kritik, saran, usulan atau respon lain agar blog saya yang masih amatir ini bisa dikembangkan dan menjadi lebih bermanfaat lagi :)
Nuwus . . .