Kayak Anak Kecil

Beberapa hari ini si kecil demen banget naik odong-odong di dekat rumah. Pas diajak tarawih, pulangnya selalu ngajak mampir. Dan kalau sudah di lokasi itu, maunya main terus. Karena selain ada odong-odong, juga ada tempat main mancing-mancingan ikan (yang pake magnet) dan miniatur excavator yang berfungsi beneran (jadi ada kotak styrofoam berisi serbuk gergaji, ada excavator yang dikendalikan pake panel pengendali beneran, dan ada truk untuk diisi). 
Pas diajak sholat jadi semangat dia, karena tiap habis sholat ngelewatin tempat itu. Sholatnya? Yaa, sekedarnya saja, habis Isya maunya langsung pulang, jadi harus extra effort untuk ngajak tarawihnya. Total durasi di lokasi main sama di mushola, lamaan di lokasi main dong. 
Di mushola rewel, di tempat main betah
Ah, namanya juga anak-anak. Ibadah kan masih pengenalan, mainnya yang banyakan. Wajar lah, masih balita.

Lalu tetiba terpikir. Jangan-jangan selama ini, bapaknya yang malah ibadahnya kayak anak-anak.
Kalau diajak ibadah cuma semangat karena ada hal lain yang juga bisa diraih, bukan murni untuk ibadahnya. Alokasi waktu untuk ibadah dibanding kegiatan lain yang fokusnya duniawi, jauh lebih banyak porsi duniawinya.

Kalau baca Al-Qur'an 5 menit aja udah nyerah, kalau baca yang lain bisa berjam-jam. Jalan ke masjid/mushola gak sampe sekilo aja ogah, tapi kelayapan kemana-mana dibela-belain meski macet. 

Kalau balita mah wajar, belum akil baligh dan belum berilmu. Kalau bapaknya? Padahal sudah tahu ilmunya, namun kenapa masih mengabaikan penerapannya? Jadi siapa yang seperti anak kecil sebenarnya?

Bahkan di Bulan Ramadhan yang pahala dilipatgandakan pun, ibadahnya masih seadanya. Lalu seperti ini inginkan surga? Duh Gusti, malu hamba . . .

Bahkan di Bulan Ramadhan yang mulia pun, masih tak segan bermaksiat kepada-Nya. Lalu seperti ini ingin dijauhkan dari neraka? Yaa Allah, ampuni kedzoliman hamba . . .

Padahal tak ada jaminan umur ini sampai pada Ramadhan berikutnya. Padahal tak ada jaminan ke depannya masih ada kesenggangan waktu untuk beribadah. Padahal tak ada jaminan hati ini akan selalu ringan diajak beribadah. Padahal tak ada jaminan kaki ini akan melangkah mantab ke surga. Padah tak ada jaminan jasad ini tak akan terjilat api neraka.

Tanpa ada jaminan itu, masih enggan beribadah? Tanpa jaminan itu, masih tak segan bermaksiat?

Duh Gusti, ampuni hamba yang dhoif dan dzolim ini . . . hamba ingin taubat Yaa Allah, mumpung masih Ramadhan, meski sudah di penghujung dan esok jika ada umur, kita kan berlebaran. Semoga jika ada satu saja doa yang Allah ijabah, maka hamba mohon, tetapkan hati hamba, keluarga, saudara-saudara, teman-teman, guru-guru, dan pemimpin-pemimpin kami, agar tetap berada dalam dan senantiasa meningkatkan keimanan hingga ruh terpisah dari jasad ini. Aamiin

Semoga Allah terima ibadah yang penuh kekurangan ini, dan mengampuni kesalahan-kesalahan yang tak terhitung ini, dan semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa mendapat hidayah keimanan. Aamiin

Komentar