Beda Diizinkan dan Diridhoi

Sebagai anak, sedikit banyak kita semua pasti pernah mengalami momen di mana kita ngotot meminta sesuatu pada orangtua, yang pada akhirnya orangtua dengan berat mengizinkan setelah awalnya melarang. Ridho sih enggak, tapi diizinkan juga akhirnya.

Misalkan, contohnya adik penulis. Suatu ketika dia ngotot mau maen bola sama temen-temennya. Mama kami nggak ngijinin awalnya, tapi berkat kengototan kegigihan si bontot dalam melobi mama, akhirnya mama izinkan juga. Dalam hati sih kayaknya mama nolak, tapi lahiriyahnya ngasih izin. Ndilalah pulang-pulang dia cedera. Mungkin kuwalat karena tak dapat ridho orangtua.
Momen lain, sewaktu dia masih kecil dan demen-demennya maen sepeda, udah dilarang main jauh-jauh, eh dianya nggak nurut. Pulang-pulang kepalanya berdarah, gegara kena batu yang dilemparin sama anak-anak tetangga ke pohon jambu (ngga kena jambunya , malah kena kepala adik gua). Dan daerah tempat tinggal anak-anak itu, ya daerah yang mama larang untuk ke situ tadinya. 
Momen lain, dia ngotot ke Kanjuruhan lihat Arema tanding. Pulang-pulang, smartphone barunya yang belum genap sebulan umurnya, ilang kecopetan. Dan banyak contoh lain di mana adik penulis kena "instant karma" akibat nggak nurut orangtua.

Kalau bahasa Jawanya, biasanya orangtua tuh memberi izin tanpa rudho dengan kalimat "iyowes, deloken ae... Yowes terusno... Sekarepmu wes..." yang kurang lebih artinya "yasudah, liat aja nanti... Yasudah teruskan... Teraerah kamu lah...". Lahiriyahnya mengijinkan. Tapi hatinya tak ridho.

Barangkali para cewek ketika cowoknya ijin berangkat futsal atau maen bareng sohib di malam minggu yang diharapkan bakal ngapel, paham lah ya kira-kira. 

Nah, biasanya kalau orangtua mengizinkan tapi tak meridhoi, bakal celaka. Tak cuma si adik, penulis pun pernah mengalaminya, kakak penulis juga. We learnt it the hard way. Wajar saja kalau kuwalat, lhawong sebagiannya ridho Allah ada pada keridhoan orangtua. Jadi kalo kuwalat, ya ortu tinggal melirik sambil bilang dalam hati " kan udah dilarang tadi, maksa sih".

Kalo kata Mail, 'kan aku dah kate'
Nah, sama orangtua aja bisa kuwalat kalo nggak nurut dan nggak diridhoi, apalagi kalau melakukan sesuatu yang melanggar perintah (dan pasti tanpa ridho) Allah ya . . .

Misalkan, mencari tambahan harta dengan cara korupsi, mengincar tahta dengan nepotisme, merebut cinta dengan guna-guna, yang jelas-jelas salah. 

Cuma memang adakalanya, Allah mengizinkan kita melakukan sesuatu tanpa ridho-Nya supaya nanti ditunjukkan, ini lho akibatnya kalau nggak nurut sama Allah.
Syukur-syukur kalau akibatnya dibalas instan, buat introspeksi. Kalau dibalas di akhirat tanpa sempat sadar introspeksi?

Berat bosque, jadilah istidraj. Macam firaun dengan kekuasaannya yang tak menjadikan ia mulia, malah diabadikan dalam Al Qur'an sebagai contoh penguasa dzalim yang mati mengenaskan. Atau Qarun dan hartanya. Atau Haman dan ilmunya. Mereka diizinkan oleh Allah untuk memiliki kuasa, harta, ilmu, namun karena diperoleh dengan cara yang tak diridhoi-Nya, atau dipergunakan untuk hal-hal yang tak diridhoi-Nya, akhirnya malah bikin celaka. Mending kalau cuma celaka dunia, bisa tobat selama ajal belum mendekat. Kalau celaka akhirat? Habis sudah.

Jadi jangan kita bangga dengan apa yang kita punya di dunia, apabila tidak diraih dengan hal-hal yang diridhoi-Nya, atau digunakan dengan cara yang tidak diridhoi-Nya. Kekuasaan yang diperoleh dengan kecurangan atau kekuasaan yang digunakan untuk melakukan kedzaliman. Harta yang diperoleh dengan tidak halal atau dihabiskan untuk hal-hal haram. Ketenaran yang bukannya menjadi syiar kebaikan atau menginspirasi, malah menjadi inisiasi perbuatan dosa dan maksiat. Membina keluarga yang tak diridhoi orangtua, atau tak dibina ke jalan-Nya. Ilmu yang dijadikan alat untuk mengakali orang lain, bukan memberikan manfaat.
Semuanya kalau tanpa ridho Allah, tanpa berkah, berat bos. Cuma bangga di dunia, tanpa nilai di akhirat, kecuali menjadi beban pertanggungjawaban kelak. 

Mending cari ridho-Nya deh, apapun yang kita kejar. Mau cari dunia, cari ridho Allah. Mau ibadah untuk akhirat, cari ridho Allah, bukan penilaian dan pujian manusia. Cari ilmu, cari harta, cari kekuasaan, cari keluarga, cari pertemanan, apapun itu, gunakan cara-cara yang diridhoi-Nya, supaya berkah. Daripada istidraj dan celaka di akhirat . . .

Komentar