Kacang tuh Gurih, Tapi Dikacangin tuh Pedih

"Kacang tuh gurih, tapi dikacangin tuh pedih".

Itulah sepenggal kalimat yang disampaikan Ustadz Bendri Jaisyurrahman pada Ta'lim Kamis Siang di Masjid Baitut Taqwa Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pada siang tadi. Apa pasal?

Rupanya yang dimaksud adalah, terkadang, salah satu bentuk hukuman Allah pada pelaku maksiat adalah dalam bentuk "dicuekin" alias "dikacangin" sama Allah.

Kok bisa sih? Bukannya Allah Maha Pengasih (Ar-Rahman), di mana kasih-Nya tak pilih-pilih, baik manusia yang taat maupun tidak, semua diberi (sebagian) kenikmatan duniawi?, mungkin demikian pikir sebagian pembaca.

Ya memang, sebagian nikmat tetap diberikan. Tapi nikmat iman nggak dikasih. Akibatnya? Hatinya santai aja meski bermaksiat. Ibadah pun berat rasanya. Kalo udah gitu, siapa yang rugi coba? Tahu-tahu di hari akhir, timbangan amalan kita berat di sisi keburukan dan ringan di sisi kebajikan. Duh, cilaka banget nggak sih?
Gak mau kan 'dikacangin' sama Allah?

Maka, mumpung masih ada sekitar 2 bulan jelang Ramadhan, tak ada salahnya kita pasang target untuk menjadikan keluarga kita sebagai keluarga yang Qur'ani. Yaitu keluarga yang menjadikan Al Qur'an sebagai petunjuk hidup, tak sekedar membacanya. Karena banyak loh yang membaca Al Qur'an tapi tak memahami, tak tergetar hatinya bahkan ketika membaca ayat-ayat ancaman.

Apalagi yang tak menyempatkan membaca. ? Betapa sering kita menyepelekan Al Qur'an, hanya menyempatkan di waktu luang, atau bahkan tak menyempatkan samasekali. Coba bayangkan, sesibuk-sibuknya kita, hampir tiap hari sempat ke toilet dan sebelum nge-flush, masih sempet untuk menengok apa yang kita buang, namun sudahkah menyediakan waktu utk Qur'an?

Interaksi kita dengan Al-QurĂ¡n juga bisa menjadi semacam alat ukur dosa, sebut saja dosameter. Orang yang menikmati saat membaca Al-Qur'an, insyaAllah hatinya bersih. Sebaliknya, kalau banyak dosa, gak nyaman baca Al-Qur'an. Soalnya sebagaimana disebutkan di awal tadi, salah satu bentuk hukuman dari Allah pada pelaku maksiat adalah dihilangkannya nikmat saat ibadah. Termasuk saat berdoa dan membaca Al-Qur'an.

Maka tak heran, jika jauhnya keluarga dari Al-Qur'an akan membawa berbagai problematika. Suami yang tak memahami Al-Qur'an tak kan mampu menjadi imam yang baik bagi keluarga. Demikian dengan istri yang tak memahami Al-Qur'an tak kan mampu menjadi istri yang shalehah bagi suaminya dan ibu yang baik bagi anak-anaknya. Anak-anak yang tak memahami Al-Qur'an tak kan mampu menjadi qurrota a'yun bagi orang tuanya.

Sebaliknya, keluarga qur'ani kelak akan berkumpul kembali di surga. Maka senantiasa dekatkanlah keluarga kita dengan Al-Qur'an. Mulai dari mendengar murattal, membaca, menghafal/muroja'ah, menuliskan, dan tak lupa mempelajari, memahami dan mengamalkan ajaran dalam Al-Qur'an. Karena Al Qur'an dapat menjadi obat bagi hati yang banyak bermaksiat.

Demi mempersiapkan diri menyambut Ramadhan, maka mari kita maksimalkan dua bulan haram ini, Rajab dan Sya'ban. Di bulan Rajab, mari kita bersihkan hati, kurangi maksiat. Karena di bulan haram, tak hanya melipatgandakan pahala saat beramal sholeh, namun juga jika bermaksiat maka dosanya dikalilipat juga. Di bulan Sya'ban, mari berlatih meningkatkan ibadah. Sehingga kala Ramadhan tiba, kita (jika Allah masih pertemukan kita dengan Ramadhan) sudah siap, jauhi maksiat semangat ibadah.

Komentar