COVID-19; Mengekspos (Sebagian) Sisi Gelap (Sebagian) Manusia?

Sejak presiden kita mengumumkan adanya WNI yang positif menderita COVID-19, media di Indonesia makin marak memberitakan tentang COVID-19. To be fair, sejak beberapa bulan terakhir banyak negara telah mewaspadai dan banyak media di seluruh dunia memberitakan tentang penyakit ini; warga +62 yang aja kebanyakan bikin meme dan terlanjur menyepelekan. Kali ini penulis mencoba bahas fenomena ini dari sudut pandang berbeda. Bukan dari jumlah penderita tercatat ataupun korban jiwa, bukan pula dari sisi medis dan manajemen risikonya seperti yang dilakukan seorang kawan se-SMP penulis. Tapi dari sisi humanisme. 

Penulis rasa, penyakit ini membuat sebagian manusia menampilkan sisi, well, inhuman mereka. Ada beberapa contoh.

Satu. Ketika masker menjadi barang yang amat dicari, sekejap stok menjadi langka. Sebagian orang menimbun dan menjualnya krmbali dengan harga tak wajar. Mekanisme pasar berlaku, kata mereka. Permintaan meninggi dan penawaran terbatas, maka harga pun melambung tinggi sebagaimana kata pakar hukum ekonomi dilambungkan setinggi-tingginya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Masalah para tenaga medis dan orang lain dengan kondisi medis tertentu yang memang butuh masker jadi gak bisa beli, bodo amat, kata para penimbun.

Dua. Ketika kekhawatiran bertemu ketidakpastian, maka kepanikan menjadi buah cinta mereka. Sebagian warga yang memiliki banyak uang dan ego, langsung memborong bahan makanan pokok. Panic buying. Masalah ada orang yang lebih membutuhkan sembako jadi tak mendapatkan kebutuhannya, urusan nanti. Yang penting stok untuk diri sendiri, aman.

Tiga. Ketika keberanian dan keabaian yang berpadu dengan kekurangan ilmu dalam menyikapi potensi penularan penyakit, diwujudkan dalam bentuk individu-individu spreader, baik secara sadar ataupun tidak. Bentuk paling dasarnya, adalah orang yang batuk/bersin tanpa mengindahkan adab batuk/bersin, tanpa mengenakan masker demi meminimalisir potensi sebaran. Wujud lanjutannya adalah orang-orang dengan otak-otak sebagai isi kepala alih-alih otak normal yang berfungsi wajar, yaitu mereka yang mengabaikan pembatasan sosial dan karantina wilayah demi kepentingan sendiri. Entah mudik, atau bahkan berlibur. Bentuk paripurna dari contoh ketiga adalah penderita yang dengan sengaja menularkan penyakitnya pada orang lain, secara langsung ataupun tidak. Seperti penderita yang meludahi perawat di salah satu RS di Wuhan, Januari lalu. Totally inhuman.

Empat. Adalah contoh yang ditemukan oleh istri penulis; penipuan berkedok penjualan masker dengan harga realistis. Berbekal insting setajam detektif, menganalisa anomali dalam pusaran harga masker yang makin melangit di tengah terbatasnya stok masker di pasaran, istri penulis  menemukan sebuah akun penjual masker dengan harga murah kala berselancar pada Instagram.  Masih adakah orang baik di luar sana yang menjual masker dengan harga murah, yang masih ready stock? Kalau emang ada, pastilah sudah habis. Kecurigaan bertambah kala menyaksikan kolom komentar pada setiap postingan akun penjual dinonaktifkan. Makin curiga ketika mengontak si penjual melalui WA, mengklaim sebagai akun resmi masker merk Sensi. 
Ini contoh masker merk Sensi. Bukan promosi, tapi karena istri dari dulu sudah mengajarkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam keluarga. S.Kep, Ners, cuy. . .

Namun keterangan lokasi yang ia berikan, tak sesuai informasi di laman resmi perusahaan. Pun demikian dengan akun marketplace Shopee yang diklaim resmi, tapi lokasi tak sesuai lagi. Penelusuran berlanjut pada keterangan akun tersebut. Berdasar history nama akunnya, akun tersebut awalnya adalah akun alay yang sering berganti nama, beberapa di antaranya mrnyebutkan aplikasi tiktok sebagai embel-embel nama; mungkin isinya video lucu semua. Postingan berjualan masker baru dimulai sejak 3 Maret 2020. Memang sih ada testimoni, tapi hari gini, semua juga bisa bikin testi hasil manipulasi. Dan puncaknya, saat ada foto nomor rekening si penjual. Istri coba cek ke web ini. Eh ternyata nomor rekening tersebut pernah dilaporkan dengan alasan penipuan sebanyak 5 kali. Duh.
Jahat banget kan, awalnya sok-sokan jualan barang kebutuhan dengan harga masuk akal, eh taunya (potensi) penipuan. 
*keterangan detil dan foto menyusul

Maka, salah satu dampak tak langsung dari pandemi COVID-19, adalah ia mengungkap betapa banyak manusia yang  (rela, atau sengaja?) kehilangan rasa kemanusiaannya, di tengah huru hara dunia. 
Penulis jadi berpikir, yang sebenarnya berbahaya itu virus dan penyakit yang dibawanya, atau (sebagian) manusia dengan penyakit di dalam hatinya?

Semoga kita terlindung dari manusia-manusia dengan hati durjana, pun dari makhluk tak kasat mata yang membawa pandemik ke seluruh dunia. Dan semoga informasi ini bermanfaat, agar tak tertipu oleh akun sesat berkedok jualan masker harga hemat.

Komentar