COVID-19: WFH Mengajarkan . . .

Kali ini mau menulis tentang salah satu dampak pandemik lagi. Bukan bahas bagaimana siapnya pemerintah menangani pandemic ini soalnya kan di rezim ini haram hukumnya mengkritik ya, apalagi ASN. Bukan pula menulis tentang dampak ekonomi, awak bukan ahlinya (coba tengok ini saja, tulisan dari seorang senior di kantor). Bukan pula menulis tentang duet maut antara rendahnya literasi warga +62 yang berkombinasi dengan maraknya informasi tak bertanggungjawab terkait pandemic (tengok aja tulisan seorang kawan di sini, lebih paten bahasa dan bahasannya). Tapi mau bahasWFH (work from home) atau bekerja dari rumah. Demi meminimalisir pergerakan manusia yang berpotensi menjadi pembawa virus, maka banyak pihak menerapkan WFH bagi pekerja mereka, tak terkecuali di instansi penulis. Dan bagi penulis, WFH ini rupanya mengajarkan beberapa hal pada kita. misalnya:

1. banyak momen keluarga yang tak dirasakan ketika kita WFO. Misal, memandikan anak pagi-pagi, menggantikan baju mereka, menyiapkan makan dan menyuapi mereka. Bagi ayah atau bunda yang bekerja dari kantor, WFH bisa jadi membuat kita merasakan kebersamaan dengan anak-anak. Bisa dibilang blessing in disguise lah, quality time dengan anak-anak  

2. beratnya kerjaan rumah tangga yang harus ditangani. Ini mungkin akan disadari oleh suami yang istrinya fokus bekerja mengurus rumah tangga. Ketika kerja di kantor, segala urusan rumah tangga tak ikut dirasakan. Namun saat WFH, akan terlihat segala urusan rumah tangga dari mulai buka mata sampai mau tutup mata lagi. Gak ada berhenti. Maka sepantasnyalah, para suami yanh istrinya fokus mengurus rumah tangga, dan juga setiap anak yang ibunya fokus mengurus rumah tangga, mari kita hargai perjuangan mereka. Sayangi ibu dan istri, mengingat beratnya pekerjaan mereka di rumah saat mengurus kita.


3. jangan2 di kantor emang kelebihan pegawai. Soalnya ketika WFH, pekerjaan di kantor bisa tetep jalan tuh. Dan berdasar laporan pekerjaan, sepertinya itu-itu saja yang sibuk. Hmm, jangan-jangan kantor/instansi kita emang kelebihan pegawai. Atau distribusinya yang kurang tepat?

4. WFH tak seindah imajinasi kita. Dahulu, banyak dari para pekerja kantoran membayangkan alangkah enaknya jika bekerja bisa dilakukan dari rumah. Tak perlu berpayah-payahdi perjalanan, bangun tidur, beberes badan (atau cuma ganti baju asal nampak rapi) lalu siap video call dengan atasan dan rekan. Nyatanya, tak sesederhana itu juga, terutama yang sudah berkeluarga. Ingat poin dua tadi. Jangan lupa membantu pekerjaan di rumah yaa. 

Namun serepot-repotnya WFH, walau tak seindah imajinasi, bersyukurlah. Karena masih banyak rekan kita di luar sana yang masih harus WFO dengan segala risiko. 

Pada akhirnya, penulis hanya mampu berkata, baik bagi yang sedang WFH maupun WFO, mari cintai pekerjaan kita, karena siapa tahu dalam lelah kita mencari nafkah untuk keluarga, terselip ridho Allah di sana jika kita ikhlas menjalankannya. Aamiin

Komentar