Sedikit terlambat karena satu dan lain hal, izinkan penulis untuk bergabung dalam euforia melepas kepergian pimpinan tertinggi di instansi penulis, Bapak Heru Pambudi yang telah lima tahun lamanya bertugas sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai, menuju Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Penulis memang hanyalah pelaksana jelata yang tak sering berjumpa beliau, namun ada beberapa momen yang penulis ingat, di mana sempat bertemu dan berbincang secara personal (bukan dalam apel atau forum besar lainnya, atau saat menjadi komentator bola saat beliau ikut main). Dan dalam setiap pertemuan itu, ada beberapa pesan yang beliau sampaikan yang masih berkesan dan terpatri dalam ingatan. Berikut ulasannya:
5. Penyerahan Hadiah Lomba Menulis Naskah Film Pendek, Q3 2019
Sekitar 19 bulan lalu, saat
penyerahan hadiah lomba Menulis Naskah Film Pendek, Pak Dirjen meminta penulis untuk menceritakan garis besar naskah yang penulis buat. Mendengarnya, beliau meminta penulis sedikit mengubah
ending-nya. Menurut beliau, cerita bahwa BC melawan penyelundupan itu bagus, tapi lebih bagus lagi jika dikisahkan si tokoh ini tak hanya melawan penyelundup (yang sekaligus saudaranya), namun juga
menghadirkan solusi bagi si tokoh antagonis. Karena di dunia nyata pun, masalah penyelundupan adalah sebuah perkara kompleks, yang tak dapat diselesaikan dengan sekedar melakukan penegakan hukum. Ada aspek sosial masyarakat, budaya setempat, perekonomian, dan seabrek problem lain. Pencegahan dan penangkapan pelaku penyelundupan, bagaimanapun kompleksnya adalah satu sisi penanganan. Masih banyak sisi lain yang perlu dibedah dan diselesaikan jika ingin memberantas penyelundupan dan pada gilirannya, melindungi masyarakat. Tentu DJBC tak bisa sendirian, perlu sinergi dengan instansi dan elemen masyarakat lain.
Bagi penulis, permintaan ini adalah 'pesan terselubung' dari beliau, supaya kita jadi orang yang solutif, apapun permasalahannya.
|
Hadirkan solusi, bukan cuma menindak
|
4. Penyerahan Hadiah Lomba "Andai Aku Jadi Dirjen", Q2 2019
Sekitar 4 bulan sebelumnya, pada Maret 2019, penulis dan juara 1
lomba menulis ide reformasi (senior di bidang kepenulisan, Kak Eva) dipanggil untuk mempresentasikan ide yang kami tulis. Waktu itu Pak DG dan jajaran pimpinan tinggi lain sedang ada rapat staf inti. Kami menunggu rapat selesai untuk mempresentasikan tulisan kami. Kak Eva dapat giliran duluan. Selepas Kak Eva, penulis udah bersiap-siap untuk mempresentasikan. Tangan sudah dingin, irama jantung sudah makin berdentum, kalau dipaksa bicara sebenarnya bakal kelihatan gemetaran juga. Eh taunya penulis ngga jadi dapat giliran presentasi. Adzan dzuhur berkumandang. Para pimpinan memutuskan rapat di-
break. Sholat dulu. Namun beliau menyempatkan untuk memberikan hadiah bagi penulis. Di lain kesempatan, penulis diminta memaparkan, karena waktunya sudah tak memungkinkan. Sayang, hingga beliau berpindah tugas, kesempatan ini tak kunjung kesampaian.
Bagi penulis, ini adalah dua pesan dalam satu tindakan. Dahulukan kewajiban. Yang pertama sholat, karena setinggi apapun kita punya pangkat, jika ridho Allah tak didapat, tak akan ada rasa nikmat. Yang kedua, tunaikan kewajiban pada sesama manusia, yang beliau simbolkan dengan penyerahan hadiah dari panitia, kepada penulis yang sebenarnya bersyukur juga tak jadi dapat kesempatan bicara.
|
hablum minallah, hablum minanaas
|
3. Inauguration of CEEC Era Bu Tunjung, Q1 2019
Dua bulan sebelumnya, pengurus Customs and Excise English Club di bawah kepemimpinan Bu Tunjung, diminta mempresentasikan rencana program untuk dua tahun ke depan.
Dalam kesempatan itu, Pak DG berpesan agar seluruh jajaran Bea Cukai harus bisa berbahasa asing, minimal Bahasa Inggris. Beliau bahkan 'marah' saat mendapati ada pejabat yang tak fasih berbahasa Inggris. Di era ini, CEEC memfasilitasi adanya
Conversation Session kelas eksekutif, untuk para eselon yang perlu meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris.
Bagi penulis, pesan beliau kali ini adalah, sebagai ASN, jagalah kompetensimu sesuai bidang pekerjaanmu. Bahasa kerennya
fathonah. Mengapa demikian? Karena kalau ASN tidak menjaga kompetensinya, maka bisa dibilang ia berkhianat pada jabatannya, sekaligus bagi negara dan rakyat sebagai
stakeholder utama jabatannya. Sebagai pegawai BC yang memiliki potensi interaksi tinggi dengan orang dari belahan negara lain, maka kemampuan berbahasa internasional (saat ini Bahasa Inggris masih menjadi yang utama yaa) adalah mutlak hukumnya untuk dikuasai. Pun kompetensi lain yang mendukung dan relevan dengan posisi saat ini. Demikian pula ASN di instansi lain, tentu harus memiliki kompetensi yang sesuai dong Setuju nggak?
|
be competent
|
2. Rapat Persiapan Customs on Boarding Program (?)
Kali ini penulis lupa-lupa ingat momen rapat apa, dan entah tahun berapa, mungkin 2014-2015. Kalau tidak salah ingat sih, pas rapat persiapan Customs on Boarding Program (ituloh, semacam pembekalan bagi para calon pegawai yang baru masuk DJBC).Kalau salah ya mohon dimaafkan. Saat itu beliau memasuki ruang rapat, di mana para peserta rapat sudah berada di ruangan lebih dulu. Melihat beberapa peserta rapat berada di ruangan tanpa secarik kertas dan sebatang alat tulis, beliau 'marah'. Nggak galak-galak kali sih. Orang-orang yang tidak membawa peralatan pencatatan diminta keluar untuk membaca peralatan tulis,baru boleh masuk lagi. Pesan beliau begini kurang lebih "kalau kamu nggak bawa catatan, apa bisa kamu bisa ingat semua yang dibahas di sini? Apa kamu bisa ingat semua perintah yang harus dilakukan".
Bagi penulis yang pelupa, sepakat dengan Pak DG bahwa kalau rapat ya bawa alat tulis. Memang di era sekarang, gawai pun bisa dipakai untuk mencatat. Namun tentu saja, ada distraksi di dalamnya, ada potensi gawai malah digunakan untuk berselanjar di dunia maya, sosial media atau gaming. Tentu, tak patut melakukan itu dalam rapat. Old school? Ya faktanya sebagian pimpinan masih seperti itu. Kalau penulis sendiri pun, memang setuju bahwa dalam rapat formal, seharusnya peserta tidak memainkan gawai, kecuali nyata-nyata digunakan untuk mencatat (notulensi dengan laptop, misalnya). Wajar sih kalau saat itu beliau marah. Be prepared, be diligent. Gak ada fotonya kali ini.
1. Pada suatu ketika, di lift Gedung Papua
Momen terkenang yang pertama penulis ingat dengan Pak HP, adalah pada suatu masa, saat penulis masih menjadi staf Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Sekretariat DJBC. Mungkin tahun 2013/2014. Saat itu penulis dan seorang rekan (Mas Wisnu atau Nando ya? Penulis lupa) pulang kantor agak malam. Mungkin selepas isya. Turun dari lantai 8 dengan lift, kami bercanda-canda. Hari itu hari Rabu, kami mengenakan kemeja biru muda. Penulis keluarkan baju macam anak SMA pulang sekolah. Jabrik-jabrikin rambut. Becanda-becanda ketawa ketawa, udah merasa aman aja, malam-malam gini, kantor udah sepi lah, kecil kemungkinan ketemu pejabat.
Ndilalah, kemungkinan kecil itulah yang terjadi. Lift terbuka di salah satu lantai dan masuklah Pak Heru (saat itu beliau masih menjabat Direktur Fasilitas atau PPKC, kalau ngga salah) ke dalam lift. Kami hanya bisa menyapa singkat lalu langsung mematung. Melihat tampilan penulis awut-awutan, beliau hanya melirik. "Kamu udah nikah Mas?". "Belum Ndan", jawab penulis singkat, sambil curi-curi melipat baju biar gak berantakan kali. Penulis lupa pastinya beliau ngomong apa, telinga sudah panas, ngga bisa mendengar dengan baik karena sudah kadung malu. Tapi kurang lebih "Cari istri yang bener ya, rambutnya kayak gitu, nanti dapet yang neko-neko lagi". Mungkin bagi beliau, pria dengan gaya rambut jabrik dan aneh-aneh, biasanya dapet pasangan yang juga aneh-aneh. Penulis cuma bisa ngangguk saja. Kira-kira muka penulis waktu itu udah merah kek udang rebus kali.
Tapi alhamdulillah, pesan beliau waktu itu, bener-bener mengena. Karena saat ini penulis bersama seorang wanita yang ngga neko-neko, yang menerima penulis apa adanya, membantu penulis menjadi lebih baik, dan sayang sama keluarga. Alhamdulillah. Semoga para pembaca yang belum bertemu jodoh, juga ketemu dengan orang yang tepat yaa.
Singkat cerita, setiap pemimpin kita pasti punya gaya masing-masing, punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penulis yang merupakan seorang pegawai jelata sahaja, yang tak banyak kontribusi bagi organisasi, hanya bisa mengucap doa untuk Pak HP, semoga keberkahan dan ridho Allah selalu menyertai, di manapun Bapak berada. Dan apabila pesan-pesan Bapak yang penulis rangkum dalam tulisan sederhana ini ada yang membaca, semoga bermanfaat dan menjadi amalan jariyah dengan pahala terus mengalir bagi Bapak. Aamiin, yaa robbal 'alamin.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberi kritik, saran, usulan atau respon lain agar blog saya yang masih amatir ini bisa dikembangkan dan menjadi lebih bermanfaat lagi :)
Nuwus . . .