Cerita Dewasa Bersama Istri

Aku adalah seorang pria paruh baya yang memasuki usia kepala tiga. Tinggiku 167 senti, tidak tinggi memang, sejak jaman sekolah aku lebih sering berada di posisi belakang saat berbaris. Pawakanku standar saja, tidak atletis, meski tidak kurus sekali atau gemuk banget. Penampilanku biasa saja, dengan kulit kecoklatan, hidung tak mancung khas wajah asli Nusantara. Tak bisa dibilang ganteng, meski tak jelek-jelek amat juga. Meski begini, dulu jaman sekolah banyak juga yang jadi fansku. Harus memang titik kuatku bukan di sisi luar kepala, melainkan di dalam kepala. Dan aku bersyukur dianugerahi istri yang tidak menilaiku dari penampilan fisik. Terlebih lagi, bagiku, istriku itu sangat cantik. Di usia pernikahan kami yang kelima, kami telah dianugerahi dua anak yang lucu-lucu. Meski menggemaskan dan amat mewarnai hari kami, tentu keberadaan mereka membuat kami agak kesulitan mencari waktu untuk berduaan.

Syukurlah malam ini anak-anak tidur cepat. Aku mencolek istriku yang baru selesai menidurkan anak-anak. Ia menoleh dan tersenyum. Kami bisa menyelinap keluar kamar untuk melakukan hal yang tak bisa kami lakukan saat anak-anak terbangun.

Ngemi Ges. Kalo anak-anak melek dan lari muter-muter, mana bisa tenang menyeruput kuahnya

We time kami sederhana. Ngobrol saja, tanpa film atau iringan lagu. Istilah kerennya pillow talk, meski kali ini lebih pas kami sebut P****e talk karena sambil makan mi seduh instan. 

Obrolan kami meliputi berbagai hal, topik orang dewasa tentunya. Tentang pernikahan. Pasangan usia muda. Pasangan hingga lanjut usia. Tentang parenting. Tentang sekolah anak. Tentang bermuamalah dengan tetangga. Tentang bisnis. Tentang orang yang gagal berbisnis. Macam-macam.

Kalau dibahas satu-satu secara mendetil, bisa jadi satu buku sendiri keknya (bagus nih, ide buku baru genre nonfiksi. Halah ngide mulu eksekusi kagak. Belum ding, semua butuh proses).

Jadi, yang coba penulis simpulkan dari obrolan kami,

Satu. Segalanya ada ilmunya biar sukses.
Baik urusan duniawi, maupun urusan akhirat.
Bagaimana sih menjadi pasangan yang baik. Jadi orang tua yang baik. Jadi tetangga yang baik. Jadi pebisnis yang sukses. Jadi guru yang berhasil mengajarkan ilmu. Jadi aparat yang mengayomi. Jadi hamba yang diridhoi oleh Tuhannya. Sekali lagi, semua ada ilmunya. 
 
Masalahnya, tak semua orang bisa menjangkau ilmu itu. Atau tak mau. Atau tak terfasilitasi. Kalau dibahas bisa jadi artikel tersendiri ini mah. Yang penting, ilmu tadi jangan didiamkan cukup tahu saja, tentu harus diikuti dengan penerapannya. 

Tak peduli anda anak presiden, anak pengusaha kaya raya, anak kyai, bahkan anak nabi sekalipun, kalau tak menguasai ilmu dan penerapannya, ya sayang sayang. Tak bakal sukses, dalam hal apapun itu.

Kedua. Segalanya butuh proses.
Ada yang cepat, ada yang lambat. Ada fase gembira, ada kalanya merasa putus asa. Melihat proses orang lain boleh, membandingkan juga boleh. Yang jangan, adalah memaksakan proses kita sama dengan orang lain. 
Start beda, effort beda, halangan hambatan dan tantangan beda, kok menuntut sama ending-nya?

Jadi jangan pusing kalau ada yang usia 25 sudah punya tabungan ratusan juta, kita kok belum?Ada yang belum menikah di usia 30-an, sementara teman seangkatan sudah pada punya momongan. Ada yang bisnisnya sudah punya belasan cabang, kita kok masih bingung ngejar balik modal. Ada yang prestasinya sampai nasional, ada yang menghindari remedial aja susah. Gaes, gak semua bisa disamain. Sekali lagi, setiap orang berangkat dari awalan yang berbeda, akan menempuh proses berbeda, dan hasilnya akan berbeda pula. Selama kita berproses menuju lebih baik, tak masalah, selama terus berproses. Proses yang lambat masih lebih baik daripada tak ada proses samasekali.

Berusahalah sekuatnya, baik upaya fisik di dunia maupun lewat doa. Pelajari proses orang lain, terutama susahnya, agar tak putus asa saat susah. Pelajari kesalahannya, agar tak mengulanginya. Jangan cuma termotivasi oleh keberhasilannya aja. Sabar dan syukuri proses kita masing-masing. 

Ketiga. Ngga semua tuh seperti yang terlihat.
Kemampuan kita memahami fakta amat terbatas, pada apa yang bisa kita terima melalui indera kita, yang terbatas keampuannya, juga terbatas ruang dan waktu. 

Terkadang ada yang terlihat bahagia bersama, tak lama kemudian mengakhiri kebersamaan rumah tangganya. Ada yang terlihat bergelimang harta dan bertabur kemewahan, namun ngos-ngosan memenuhi tenggat cicilan. Ada yang terlihat berprestasi, namun hubungan dengan orang tua malah tak ada harmoni. Ada yang terlihat senantiasa tertawa, namun sebenarnya menyembunyikan luka dalam jiwa.

Seperti postingan ini. Judul pada tautan dan kalimat-kalimat awal postingan ini, membuat sebagian orang menduga bakal jadi cerita dewasa ala ala semprong dotkom. Ya maaf, blog ini mah gak begituan isinya. Maksud "cerita dewasa bersama istri" adalah bercerita tentang topik obrolan orang dewasa (bukan obrolan anak-anak atau remaja), bersama istri. 

Seringkali, kita bagaikan si buta yang meraba gajah. Tak tahu apa yang sesungguhnya ada dan tengah terjadi, tak tahu keseluruhannya bentuknya, tak tahu keseluruhan peristiwa, tapi sok tahu. Sudah, berbaik-baik sajalah pada semua orang, kita tak tahu seberat apa mereka tengah berjuang. Kalaupun mereka tak baik, kita tak tahu alasan apa yang membuat mereka jadi demikian. Cukup hindari dan doakan kebaikan.

Keempat. Pada akhirnya, segalanya sudah ada ketetapan-Nya.
Hanya saja, kita tak tahu ketetapan mana yang sudah digariskan untuk kita, makanya kita wajib maksimal dalam berusaha sekaligus ikhlas menerima apapun hasilnya. 
Ketika kita sudah percaya, bahwa Ia Yang Maha Kuasa atas alam semesta dan seluruh isinya berikut segala prosesnya, maka mudah bagi kita untuk percaya bahwa Ia lebih tahu apa yang terbaik bagi kita. Tak selalu sesuai keinginan, namun pasti pas dengan kebutuhan. Jangan seperti tetangga si kakek yang kehilangan kuda. Tetaplah berbaik sangka pada keputusan-Nya.

Maka, syukuri dan ikhlaskan. Bersyukur atas apa yang kita telah terima, dan bersyukur atas segala keburukan yang dihindarkan dari kita. Ikhlas atas pemberian-Nya, dan ikhlas melepas keinginan yang tak dikabulkan. 

Susah? Namanya juga hidup, hidup kan memang ujian. Hadiahnya surga, yang seluas langit dan bumi. Kalo gampang, hadiahnya tazos kali.

Semoga kita senantiasa termasuk orang yang mencari dan mengamalkan ilmu duniawi yang bermanfaat dan ilmu akhirat yang membawa keselamatan dan rahmat; senantiasa sabar dalam berproses, serta bersyukur dan ikhlas akan segala keadaan. Aamiin

Komentar