Bosscha, Sherina dan Kertarajasa

Karena sejak 24 Juni kemarin ada peristiwa konjungsi 5 planet, akhirnya tadi pagi menyempatkan menengok langit selepas subuhan.
Dari kiri atas ke kanan bawah: jupiter, mars (agak samar), bulan, dan venus

Dapat hasil foto yang cukup lumayan, kemudian diunggah ke instagram dan menandai akun Observatorium Bosscha

Nah, sehubungan dengan Bosscha, istri jadi keinget film jaman 2000-an yang ada adegan di Bosscha sana. Apa filmnya?
Yap, Petualangan Sherina.
Hal lain yang bikin keinget film ini adalah, karena beberapa waktu lalu kami sempat membaca berita bahwa film Petualangan Sherina 2 akan mulai proses pengambilan gambar di tahun ini.

Nah siangnya kami nonton film ini deh sama anak wedok. Selain jadi terkenang jaman kecil dulu, penulis jadi melihat sisi lain film ini, yang dulu tak penulis sadari. Ada sisi gelap dalam lakon Kertarajasa, sang antagonis yang entah kenapa kini terasa begitu nyata. Mungkin dulu ketika masih kecil, tak terlalu paham bagaimana kelicikan Kertarajasa, hanya paham dia tokoh jahat. Sekarang?
Wah, nonton itu kok seolah membaca panduan bisnis mafia tanah ya? Iya gak sih?

Ia ingin membangun sesuatu, namun ada warga yang menolak menjual lahannya (keluarga Ardiwilaga). Lalu dengan segala cara, ia membuat skenario agar si empunya tanah mau menjual. Ada tokoh Natasha yang seolah-olah menjadi penyelamat keluarga Ardiwilaga dengan cara membeli tanah perkebunan mereka dan tetap menjadikannya perkebunan, daripada dijual pada Kertarajasa. Lalu ada kesialan menimpa, saat Sadam diculik dan mereka meminta tebusan. Demi menyelamatkan Sadam, keluarganya hendak menjual tanah tu pada Natasha. Seolah-olah rentetan kejadian ini tanpa sengaja, namun di balik layar, rupanya Kertarajasalah yang menjadi maestro untuk mewujudkan rencana ini, di mana Natasha dan penculik Sadam bergerak atas perintahnya. 
Hmmm. . . Terdengar familiar?
Jangan coba-coba melawan atau membangkang

Paling nyess adalah ketika awal adegan Kertarejasa diperlihatkan berinteraksi dengan pelayannya, Ubay (diperankan Epy Kusnandar).
"Ubay, kamu orang Lembang?"
"Iya Pak, dulunya. Sekarang kan kampung saya sudah Bapak beli"
"Kamu tau Ardiwilaga?"
"Tau Pak, orangnya baik banget, dermawan"
"Gara-gara dia gak mau jual tanahnya, proyek saya macet. Perusahaan bisa bangkrut. Kalau bangkrut, kamu mau balik kampung, jadi gelandangan? Kamu kan udah gak punya kampung! Jadi mereka jahat apa baik?"
"Jahat Pak, jahat!"

Wow, memanipulasi psikologis seseorang yang menjadi korban kekuasaannya. Adegan singkat ini membuat saya trenyuh pada orang-orang yang terusir dari tanah mereka oleh para Kertarajasa masa kini, yang saya yakin jumlahnya di negeri ini tidak sedikit. Entah berapa orang yang ditipu untuk menjual tanah mereka dengan harga miring kepada para tuan tanah. Entah berapa orang yang mengalami ancaman dan intimidasi. Entah berapa nyawa yang mungkin hilang dalam perwujudan ambisi para Kertarajasa ini. Ini baru urusan dengan mafia tanah, belum mafia beras, minyak, batubara, dan lain-lainnya.

Kalau berpikir demikian, kok rasa-rasanya republik ini seperti dikuasai para bedebah ya, seperti novel Bang Tere Liye. Eh, masak sih? Bukankah negeri ini keadilan dan penegakan hukum dijunjung tinggi ya? Eh, atau gimana ya menurut para pembaca?

Komentar

  1. Menurit saya terlalu banyak yang mwngemaa kejahatan dan keserakahan dalam kemasan yang cantik.. eh nyambung gak yaa.. :-)

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan memberi kritik, saran, usulan atau respon lain agar blog saya yang masih amatir ini bisa dikembangkan dan menjadi lebih bermanfaat lagi :)

Nuwus . . .