Literasi Butuh Aksi

Hari ini, 8 September, diperingati sebagai Hari Literasi Internasional. Bicara literasi di negeri ini, tentu masih banyak yang ingat dengan ironi negeri ini; di mana kemampuan literasi bangsa ini tidak terlalu tinggi, namun frekuensi kicauan di media sosial amat tinggi. Semua dapat dirangkum dalam gambar ini.

Sumber dari laman ini

Entah sengaja menyindir, atau memang merupakan cerminan literasi negeri ini, tentu sering kita dapati contoh serupa sehari-hari. Misalnya, ketika dalam sebuah WA grup, dibagikan secuil informasi dalam bentuk tautan, infografis, atau uraian agak panjang, akan ada saja yang bertanya sebelum membaca. Duh.

Sebagai negeri dengan penduduk mayoritas muslim, malu lho kita nih. Bukankah ayat pertama yang diturunkan adalah perintah untuk membaca?
Lantas kita sendiri malas membaca.

Padahal, membaca sebagai salah satu komponen literasi adalah sebuah kemampuan yang amat penting. Tanpa bisa membaca, tentu tak mampu memahami.

Karena sejatinya, literasi itu lebih dari sekedar membaca dan menulis huruf dan angka. Dalam arti luas, literasi juga berarti memahami, mengomunikasikan dan menerapkan berbagai konsep dan ide; baik itu berupa data kualitatif, numerik, gambar, audio, video, sosial, dan lainnya; yang disajikan dalam bentuk cetak maupun digital.

Seseorang yang terliterasi akan lebih berpeluang untuk mendapat pekerjaan lebih baik, meningkatkan kualitas hidupnya dan keluarganya, mampu menjaga lingkungan, lebih kecil kemungkinan terjerumus dalam perbuatan kriminal, dan berkontribusi lebih baik di masyarakat, dibandingkan seseorang yang kurang/tidak terliterasi dengan baik. 

Di tingkat suatu bangsa, saya yakin bahwa jika bangsa tersebut memiliki literasi yang baik, maka rakyatnya pun akan lebih bijak dalam keseharian. Baik dalam komunikasi antar anggota keluarga, hingga sampai level memilih perangkat pengelola negara. Bangsa yang terliterasi dengan baik akan dapat mengenali ciri-ciri politisi sok suci yang hanya akan mempertebal kantong sendiri saat menjabat nanti, dan menghindari memilih calon berwatak seperti ini. Bangsa yang terliterasi dengan baik akan dapat menyandingkan fakta dan data, bukan malah terbawa giringan opini para pendengung durjana yang banyak mendapat jatah tampil di media, untuk menyanjung tinggi junjungannya meski tak memiliki prestasi nyata.

Seorang muslim yang terliterasi dengan baik perihal ilmu agamanya, tentu tak hanya rajin beribadah saja, namun juga baik akhlaknya dan berkontribusi bagi masyarakatnya. Muslim yang benar-benar menerapkan 'iqro' tak akan melakukan korupsi, berzina, mengonsumsi khamr, dan mendzalimi sesama, terlebih jika ia menjadi seseorang yang memiliki kuasa.

Tentu, literasi bukanlah solusi multifungsi atas segala permasalahan multidimensi negeri ini. Lebih dari itu, negeri ini butuh aksi berani; aksi untuk membinasakan korupsi, melawan hegemoni tirani oligarki, menyejahterakan dan memberdayakan rakyat tanpa pandang hirarki, serta menjaga agar lingkungan tetap lestari. Literasi hanyalah satu bagian kecil dari beragam solusi yang dapat kita mulai; di rumah, pada keluarga, mulai dari hari ini. 

Doa tanpa usaha sama saja bohong. Sedangkan usaha tanpa diiringi doa adalah pertanda sombong. Maka hari ini, di malam Jumat nan syahdu, pasca hujan gerimis membasahi ibukota sejak kemarin, saya hanya bisa menyelipkan doa agar literasi bangsa ini membaik, sembari terus berupaya berperan dalam dunia literasi, sebagaimana saya deklarasikan tempo hari.

Kalau Pembaca sekalian, mau ikut berkontribusi?

Komentar