Going Abroad: Bangkok

25-28 Oktober yang lalu, penulis berkesempatan untuk keluar negeri untuk kali kedua. Tentu dalam rangka dinas ya. 
สวัสดีครับ

Jadi ceritanya, di tahun 2019 yang lalu, penulis mengikuti sebuah pelatihan dari UNODC (𝙐𝙣𝙞𝙩𝙚𝙙 𝙉𝙖𝙩𝙞𝙤𝙣 𝙊𝙛𝙛𝙞𝙘𝙚 𝙤𝙣 𝘿𝙧𝙪𝙜𝙨 𝙖𝙣𝙙 𝘾𝙧𝙞𝙢𝙚) dan WCO (𝙒𝙤𝙧𝙡𝙙 𝘾𝙪𝙨𝙩𝙤𝙢𝙨 𝙊𝙧𝙜𝙖𝙣𝙞𝙯𝙖𝙩𝙞𝙤𝙣) yang bertajuk 𝙏𝙝𝙚𝙤𝙧𝙚𝙩𝙞𝙘𝙖𝙡 𝙁𝙤𝙧𝙚𝙨𝙩𝙧𝙮 𝘾𝙧𝙞𝙢𝙚 𝙖𝙣𝙙 𝙄𝙡𝙡𝙞𝙘𝙞𝙩 𝙏𝙞𝙢𝙗𝙚𝙧 𝙏𝙧𝙖𝙙𝙚 𝙏𝙧𝙖𝙞𝙣𝙞𝙣𝙜 (Pelatihan Teoretis tentang Kejahatan Kehutanan dan Perdagangan Kayu Terlarang). Pelatihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan dan kemampuan negara anggota dalam menangani 𝙏𝙧𝙖𝙣𝙨-𝙉𝙖𝙩𝙞𝙤𝙣𝙖𝙡 𝙊𝙧𝙜𝙖𝙣𝙞𝙯𝙚𝙙 𝘾𝙧𝙞𝙢𝙚 (kejahatan lintas negara) di bidang kehutanan yang merusak lingkungan dan pada gilirannya menurunkan kualitas hidup manusia. Wajar saja, kejahatan kehutanan rupanya melibatkan perputaran uang yang ditaksir mencapai 150-250 juta USD per tahun, nomor tiga di bawah narkotika dan perdagangan manusia. Belum lagi dampak lingkungan yang ditimbulkannya.

Pelatihan tersebut berlanjut secara daring pada tahun 2020 (pas puncak pandemi nih) dan diikuti dengan 𝙋𝙧𝙖𝙘𝙩𝙞𝙘𝙖𝙡 𝙩𝙧𝙖𝙞𝙣𝙞𝙣𝙜: 𝙁𝙤𝙧𝙚𝙨𝙩𝙧𝙮 𝘾𝙧𝙞𝙢𝙚 𝙖𝙣𝙙 𝙞𝙡𝙡𝙞𝙘𝙞𝙩 𝙩𝙞𝙢𝙗𝙚𝙧 𝙩𝙧𝙖𝙙𝙚 𝙩𝙧𝙖𝙞𝙣𝙞𝙣𝙜 pada bulan Mei di Surabaya lagi, di mana para peserta belajar menganalisa data muatan kayu yang melanggar peraturan, serta melakukan pemeriksaan jenis kayu dengan berbagai peralatan yang ada. Harapannya, Bea Cukai bisa menjadi lini terdepan dalam penanganan kejahatan lintas negara di bidang kehutanan ini, dengan bekerja sama dengan instansi lain.

Meskipun tidak tinggal di dekat hutan, penulis merasa bahwa penting bagi kita untuk menjaga hutan. Bersama lautan, hutan adalah paru-paru bagi dunia. Ia menghasilkan oksigen untuk kita. Hutan menyimpan cadangan air. Hutan berperan juga sebagai penyimpan karbon. Hutan juga menjadi habitan bagi jutaan spesies di dalamnya. Maka apapun peran kita di masyarakat, rasa-rasanya kita harus sepakat, bahwa hutan kita tak boleh terus dibabat!

Nah, setelah memberi pelatihan, pihak UNODC-WCO mengadakan Pertemuan Regional di Bangkok dengan mengundang perwakilan dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Papua Nugini, yaitu negara-negara di Asia dan Pasifik yang habis dikasih pelatihan sebagaimana penulis sebut di atas. Poin utama yang ditekankan adalah, diperlukan kerjasama antar negara dan antar instansi dalam menangani kejahatan kehutanan. Dari Indonesia, ada Bea Cukai, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Polri.

Delegasi Indonesia. Dari kiri ke kanan: penulis, Bang Iskandar Zulkarnain dari Bareskrim, Mas Gilang dari PPATK, mba Dewi UNODC Indonesia, Yosa dari Dit. KSIKC, Dinar dari KLHK, Bang rendra dari BC Tanjug Perak.

Perwakilan DJBC ada 3 orang, yakni penulis mewakili Direktorat Penindakan dan Penyidikan, seorang analis ekspor dari BC Tanjung Perak dan 1 orang dari Direktorat Kerja Sama Internasional. Setelah hompompa, penulis didaulat menjadi pembicara untuk menyampaikan paparan mengenai bagaimana kondisi hutan Indonesia, proses bisnis legalitas kayu asal Indonesia, peran DJBC, serta tantangan yang dihadapi berikut capaian yang telah dilaksanakan. 

Wow, sebuah kesempatan bicara di forum internasional yang tak boleh dilewatkan. 

Penulis pun membuat catatan singkat untuk disampaikan di hadapan para peserta, setelah selesai paparan yang menekankan pentingnya upaya bersama untuk menangani kejahatan kehutanan. Klise memang, tapi harus disampaikan.

"𝘈𝘴 𝘵𝘩𝘦 𝘯𝘢𝘵𝘶𝘳𝘦 𝘰𝘧 𝘛𝘳𝘢𝘯𝘴-𝘕𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯𝘢𝘭 𝘖𝘳𝘨𝘢𝘯𝘪𝘻𝘦𝘥 𝘊𝘳𝘪𝘮𝘦 𝘪𝘴 𝘥𝘪𝘴𝘳𝘦𝘨𝘢𝘳𝘥𝘪𝘯𝘨 𝘤𝘰𝘶𝘯𝘵𝘳𝘪𝘦𝘴' 𝘣𝘰𝘳𝘥𝘦𝘳, 𝘪𝘯𝘵𝘦𝘳𝘯𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯𝘢𝘭 𝘢𝘯𝘥 𝘪𝘯𝘵𝘦𝘳-𝘢𝘨𝘦𝘯𝘤𝘺 𝘤𝘰𝘰𝘱𝘦𝘳𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯 𝘪𝘴 𝘶𝘯𝘢𝘷𝘰𝘪𝘥𝘢𝘣𝘭𝘦, 𝘴𝘶𝘤𝘩 𝘢𝘴 𝘴𝘩𝘢𝘳𝘪𝘯𝘨 𝘬𝘯𝘰𝘸𝘭𝘦𝘥𝘨𝘦, 𝘪𝘯𝘵𝘦𝘭𝘭𝘪𝘨𝘦𝘯𝘤𝘦, 𝘢𝘯𝘥 𝘫𝘰𝘪𝘯𝘵 𝘰𝘱𝘦𝘳𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯.

𝘞𝘦 𝘢𝘳𝘦 𝘯𝘰𝘵 𝘵𝘢𝘭𝘬𝘪𝘯𝘨 𝘢𝘣𝘰𝘶𝘵 𝘐𝘯𝘥𝘰𝘯𝘦𝘴𝘪𝘢'𝘴 𝘧𝘰𝘳𝘦𝘴𝘵, 𝘰𝘳 𝘔𝘢𝘭𝘢𝘺𝘴𝘪𝘢'𝘴, 𝘗𝘕𝘎'𝘴, 𝘛𝘩𝘢𝘪'𝘴 𝘰𝘳 𝘝𝘪𝘦𝘵𝘯𝘢𝘮'𝘴. 𝘛𝘩𝘪𝘴 𝘪𝘴 𝘖𝘜𝘙 𝘧𝘰𝘳𝘦𝘴𝘵, 𝘵𝘩𝘢𝘵 𝘱𝘳𝘰𝘥𝘶𝘤𝘦 𝘰𝘹𝘺𝘨𝘦𝘯 𝘸𝘦 𝘣𝘳𝘦𝘢𝘵𝘩, 𝘳𝘦𝘵𝘢𝘪𝘯 𝘧𝘳𝘦𝘴𝘩𝘸𝘢𝘵𝘦𝘳 𝘸𝘦 𝘥𝘳𝘪𝘯𝘬, 𝘴𝘦𝘲𝘶𝘦𝘴𝘵𝘦𝘳 𝘤𝘢𝘳𝘣𝘰𝘯 𝘵𝘰 𝘳𝘦𝘥𝘶𝘤𝘦 𝘨𝘭𝘰𝘣𝘢𝘭 𝘸𝘢𝘳𝘮𝘪𝘯𝘨, 𝘢𝘯𝘥 𝘱𝘳𝘰𝘷𝘪𝘥𝘦 𝘴𝘢𝘯𝘤𝘵𝘶𝘢𝘳𝘺 𝘧𝘰𝘳 𝘮𝘪𝘭𝘭𝘪𝘰𝘯𝘴 𝘰𝘧 𝘴𝘱𝘦𝘤𝘪𝘦𝘴. 𝘐𝘧 𝘸𝘦 𝘧𝘢𝘪𝘭 𝘵𝘰 𝘱𝘳𝘰𝘵𝘦𝘤𝘵 𝘰𝘶𝘳 𝘧𝘰𝘳𝘦𝘴𝘵, 𝘵𝘩𝘦𝘯 𝘸𝘦 𝘧𝘢𝘪𝘭 𝘵𝘰 𝘱𝘳𝘰𝘵𝘦𝘤𝘵 𝘵𝘩𝘦 𝘧𝘶𝘵𝘶𝘳𝘦.

𝘞𝘦 𝘢𝘪𝘯'𝘵 𝘴𝘶𝘱𝘦𝘳𝘩𝘦𝘳𝘰𝘦𝘴. 𝘞𝘦 𝘤𝘢𝘯'𝘵 𝘤𝘢𝘯𝘤𝘦𝘭 𝘵𝘩𝘦 𝘢𝘱𝘰𝘤𝘢𝘭𝘺𝘱𝘴𝘦. 𝘉𝘶𝘵 𝘸𝘦 𝘤𝘰𝘶𝘭𝘥 𝘭𝘦𝘴𝘴𝘦𝘯 𝘵𝘩𝘦 𝘥𝘢𝘮𝘢𝘨𝘦, 𝘸𝘦 𝘤𝘰𝘶𝘭𝘥 𝘳𝘦𝘥𝘶𝘤𝘦 𝘵𝘩𝘦 𝘯𝘦𝘨𝘢𝘵𝘪𝘷𝘦 𝘪𝘮𝘱𝘢𝘤𝘵 𝘰𝘧 𝘵𝘩𝘦 𝘧𝘰𝘳𝘦𝘴𝘵𝘳𝘺 𝘤𝘳𝘪𝘮𝘦. 𝘐𝘧 𝘸𝘦 𝘥𝘰 𝘯𝘰𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨, 𝘢 𝘩𝘶𝘯𝘥𝘳𝘦𝘥 𝘺𝘦𝘢𝘳𝘴 𝘧𝘳𝘰𝘮 𝘯𝘰𝘸 𝘵𝘩𝘦𝘳𝘦 𝘮𝘪𝘨𝘩𝘵 𝘣𝘦 𝘯𝘰𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘧𝘵 𝘰𝘯 𝘦𝘢𝘳𝘵𝘩.

𝘛𝘩𝘪𝘴 𝘪𝘴 𝘖𝘜𝘙 𝘱𝘭𝘢𝘯𝘦𝘵, 𝘵𝘩𝘪𝘴 𝘪𝘴 𝘖𝘜𝘙 𝘩𝘰𝘮𝘦. 𝘛𝘩𝘦𝘳𝘦'𝘴 𝘯𝘰 𝘱𝘭𝘢𝘯𝘦𝘵 𝘉. 𝘞𝘦 𝘢𝘳𝘦 𝘧𝘢𝘤𝘪𝘯𝘨 𝘤𝘢𝘵𝘢𝘴𝘵𝘳𝘰𝘱𝘩𝘪𝘤 𝘤𝘭𝘪𝘮𝘢𝘵𝘦 𝘤𝘳𝘪𝘴𝘪𝘴. 𝘞𝘦'𝘳𝘦 𝘰𝘯 𝘷𝘦𝘳𝘨𝘦 𝘰𝘧 𝘮𝘢𝘴𝘴 𝘴𝘱𝘦𝘤𝘪𝘦𝘴 𝘦𝘹𝘵𝘪𝘯𝘤𝘵𝘪𝘰𝘯. 𝘞𝘦 𝘏𝘈𝘝𝘌 𝘵𝘰 𝘥𝘰 𝘴𝘰𝘮𝘦𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨 𝘵𝘰 𝘱𝘳𝘦𝘷𝘦𝘯𝘵, 𝘮𝘪𝘯𝘪𝘮𝘪𝘻𝘦, 𝘰𝘳 𝘢𝘵 𝘭𝘦𝘢𝘴𝘵 𝘴𝘭𝘰𝘸 𝘪𝘵 𝘥𝘰𝘸𝘯. 𝘈𝘯𝘥 𝘸𝘦 𝘩𝘢𝘷𝘦 𝘵𝘰 𝘥𝘰 𝘵𝘩𝘪𝘴, 𝘛𝘖𝘎𝘌𝘛𝘏𝘌𝘙."

Catatan pidato. Macem betol aja

Di hari pertama, otoritas kepabeanan dari negara peserta memaparkan upaya-upaya penanganan kejahatan kehutanan yang telah dilaksanakan, terhitung sejak pelatihan dari UNODC. Di hari kedua, giliran paparan dari Financial Intelligence Unit, dalam hal ini Indonesia diwakili oleh PPATK. Dua hari berikutnya berisi paparan dari UNODC dan kesempatan diskusi antar peserta dari berbagai negara. Mungkin memang inti dari even internasional adalah membangun relasi dan koneksi, baik antar lembaga dalam suatu negara, maupun antar negara.

Ada pameo bahwa penjahat selalu lebih pintar dari penegak hukum. Dan kita semua memahami bahwa kejahatan-kejahatan ini tidak dilakukan secara mandiri, melainkan secara terstruktur, sistematis dan masif. Maka upaya penegakan hukum pun, tentu harus dilakukan sedemikian agar bisa mengimbanginya, bukan?

Nah, di sela-sela kegiatan, penulis dan rekan-rekan menyempatkan sedikit berkeliling di sekitar hotel. Secara umum Bangkoj terlihat mirip sama Jakarta sih. Macet, ramai orang (bedanya lebih banyak warga yang sipit), meski tidak sepanas Jakarta (mungkin karena posisi lintang sedikit lebih tinggi kali ya?).

Ada Masjid Jawa di sana. Tapi khotbahnya tetep Bahasa Thailand

Banyak miniatur kuil

Hasil berburu oleh-oleh

Rute kereta dalam kota. Lupa namanya. Bangkok Rapid Transit kalo gak salah

Di depan istana

Kata salah satu penyelenggara, dari pertemuan ini masih akan ada tindak lanjutnya lagi. Jadi, mungkinkah penulis bakal dinas luar (negeri) lagi? 
Who knows . . .

Komentar