Keputusan

Matahari mulai mendekati peraduannya, namun sinarnya masih cukup menerangi, menembus udara kota yang kotor. Pukul lima sore, mayoritas pegawai di kantor ini sudah bersiap menuju kediaman masing-masing, entah dengan bis jemputan, mobil atau motor. Beberapa orang berganti pakaian olah raga dan bersiap untuk bermain bola, badminton atau sekedar jogging mengelilingi kantor.

Namun tidak dengan Tuan Manganan.

Bersama atasannya, seorang kolega dan seorang bawahan, mereka melangkah ke arah berbeda. Bukan menuju ke dekap hangat keluarga atau sekedar berolahraga, mereka sedang mempertaruhkan marwah dan kebanggan seragam biru tua.

Dari gedung Harimau menuju gedung Kasuari, bersiap menghadap pada Pimpinan Tertinggi organisasi. Mereka berempat berjalan beriringan, namun terasa seolah belasan atau puluhan, bahkan ratusan langkah mengiringi. Terbayang ratusan pegawai lain yang membantu pengumpulan, penyiapan, pengolahan dan penyajian data dalam kajian ini. Jarak dua gedung itu tak terlampau jauh, namun Tuan Manganan teringat akan ribuan kilometer yang mereka semua telah lalui. Dari pulau paling barat hingga paling timur, provinsi batas utara hingga ke batas selatan negeri. Semua akan dipertaruhkan sore ini. Tiba di ruang rapat yang ditentukan, rupanya Direktur mereka telah tiba lebih awal, membuat mereka berempat segera sigap mengambil posisi, menemani.

Lambat laun undangan lain hadir mengisi kursi di seberang mereka, membuat Tuan Manganan bersama Direktur dan jajarannya seolah akan diinterogasi.
Tuan Manganan melirik sekeliling, mengamati dengan jeli. Selain dua pelaksana di sudut ruangan-bawahannya dan seorang staf Pimpinan Tertinggi-otomatis semua di ruangan itu memiliki pangkat dan jabatan lebih tinggi.
Hingga akhirnya Pimpinan Tertinggi tiba dan membuka acara, dan sekejap kemudian presentasi oleh Direktur pun dimulai.


Halaman demi halaman presentasi berganti. Para undangan takzim mengamati.
Sesekali mereka mencatat atau bergumam mengomentari.

Menit terasa bergulir lambat. Tuan Manganan mengenang lamat-lamat. Sejak empat tahun silam, entah berapa puluh rapat yang telah dilalui membahas tema ini, seluruh materi ia sudah hafal di luar kepala, telah melekat. Namun satu hal yang kurang dari rapat-rapat yang telah lewat. Keputusan yang final dan cepat. Selama ini, setiap paparan mereka selalu memiliki cacat. Ratusan kali revisi dan tambahan materi sungguh telah membuatnya jengah dan penat.
Dalam hatinya, Tuan Manganan berdoa khidmat.
Hanya satu harapannya, semoga paparan kajian ini dapat membuat para pimpinan mengambil keputusan yang tepat.

Tak terasa paparan berakhir. Para pejabat lain saling memberi komentar, bergilir. Tuan Manganan sedikit terkejut, karena komentar mereka layaknya sungai gunung yang mengalir. Jernih, menyejukkan dan lancar sampai akhir.
Hingga Pimpinan Tertinggi menyepakati, bahwa program dalam kajian ini harus dikawal sampai akhir. Hamdalah, puji Tuan Manganan dalam hati, hatinya lega layaknya orang tua mendengar tangisan anaknya yang baru terlahir.

Sekejap kemudian, ruang rapat kembali layaknya sediakala, sepi. Perasaan lega menyeruak dalam dada Tuan Manganan, berharap apa yang mereka perjuangkan dapat memberi arti bagi organisasi. Sembari mereka kembali ke Gedung Harimau, rona merah senja di langit memudar pasti. Tuan Manganan, kolega dan bawahannya pun bergegas menunaikan kewajiban mereka pada Illahi. Usai salam, di atas hamparan sajadah, Tuan Manganan berkontemplasi.
Betapa lega ketika Pemimpin Tertinggi organisasi beserta seluruh jajaran petinggi, menyetujui hasil kerja keras mereka selama ini. Sebuah keputusan yang telah lama dinanti. Sebuah harapan yang akhirnya terpenuhi. Padahal ini cuma perkara duniawi.

Lantas, bakal sebahagia apa kita nanti, jika Sang Maha Tinggi menunjuk kita sebagai jiwa-jiwa yang terpilih untuk melangkah menuju kebahagiaan surgawi?
Ah, mungkin terlalu jauh harapan ini, ketika berkaca pada banyaknya dosa dalam diri. Masih banyak hal yang perlu diintrospeksi. Masih banyak amalan yang harus diperbaiki, dan keikhlasan yang perlu terus diperbarui. Namun satu hal yang pasti. Target selanjutnya, jangka pendek saja, adalah pulang dengan selamat demi bertemu keluarga tercinta yang telah menanti, nun jauh di Planet Bekasi.

Komentar

Posting Komentar

Silahkan memberi kritik, saran, usulan atau respon lain agar blog saya yang masih amatir ini bisa dikembangkan dan menjadi lebih bermanfaat lagi :)

Nuwus . . .