Blogger on Board (6): Makin Religius
Kalau kata pepatah, "banyak jalan menuju Roma". Kalau di patroli laut, pepatahnya adalah "banyak jalan kecemplung laut". Entah saat berpindah dari dermaga ke kapal atau sebaliknya, saat pemeriksaan sarana pengangkut, atau bahkan kalau meleng saat sedang berjalan ke bagian lain kapal, terutama saat kapal sedang berjalan. Nggak percaya? Coba lihat ini:
Itu adalah adegan perjalanan ke kamar mandi di kapal BC 30003. Kamar mandi hanya bisa diakses dari luar. Jadi selalu ada risiko terjatuh ke air, terlebih saat kapal tengah berjalan. Perjalanan mengambil kitab suci air wudhu tak pernah semenantang ini kan? Hal ini membuat penulis jadi makin rajin dzikir saat berjalan ke kamar mandi. hahaha
Maka menurut penulis, ikut patroli laut bisa jadi membuat kita makin relijius. Istighfar melulu, soalnya risiko mati almost all the time.
Oh ya, sholat di kapal enak kok, karena di dalam palka ada ruang luas (di koridor utama menuju kamar kru) yang bisa dipakai sholat berjamaah. Karena arah hadap kapal saat sandar/berjalan bisa berbeda-beda, maka ada sensasi unik saat sholat. Sekali waktu, menghadap kiblat searah dengan menghadap ke bagian depan kapal. Di waktu lain sholat menghadap ke arah buritan. Di waktu lain lagi bisa hadap ke kanan, atau ke kiri. Solusinya adalah kompas kapal sebagai patokan kami untuk menetapkan arah kiblat. Kalau lupa nggak ngecek kompas, risiko salah hadap cuy. Hahaha
Alasan kedua yang membuat kita makin relijius adalah saat mentafakuri indahnya matahari terbit atau terbenam, baik di saat kapal sandar atau di tengah perjalanan. Indah niaaan.
Ngintip sunset dari jendela dapur, sembari ambil jatah makan malam |
Alasan ketiga, tafakur di malam hari, menyaksikan langit yang gelap sempurna tanpa cela dengan ribuan bintang terlihat jelas. Penulis mengalami ini di tengah perjalanan menuju Makassar semalam, di perairan Teluk Bone (sekitar 5 derajat lintang selatan dan 120 derajat bujur timur). Karena di sisi kiri kanan depan belakang kapal adalah laut semua sejauh mata memandang (jauh dari daratan), maka cahaya yang terlihat hanyalah cahaya dari kapal, lampu kapal nelayan di kejauhan, dan bintang-bintang di langit yang berjarak ribuan atau jutaan tahun cahaya. Saking pekatnya malam itu, tanpa bulan, dan tanpa ada polusi cahaya dari lampu kota dan polusi udara (yang membuat langit malam Jakarta berwarna oranye), mungkin gelapnya sampai bernilai 1-2 pada skala Bortle. Artinya? gelap banget, sampe banyak banget bintang dan benda langit lain yang terlihat. Saking banyaknya sampai susah mengidentifikasi mana rasi bintang salib selatan ataupun rasi bintang biduk; banyak banget. Bagi penulis ini adalah malam paling bertabur bintang yang pernah penulis amati.
Bahkan terlihat ada semacam kabut putih tipis di langit (tentunya bukan kabut atau awan ya, karena langit cerah nyaris tak berawan sorenya).
Mungkin Galaksi Bima Sakti yang tengah terlihat?
Penulis rasa tidak, karena di dalam area 'kabut' tak tampak banyak bintang.
Googling sejenak lalu nemu fenomena bernama gegenschein. Gegenschein adalah fenomena antariksa berupa pendar cahaya yang amat pudar di langit, yang diduga merupakan 'pantulan' cahaya matahari oleh material di angkasa luar. Bayangkan seperti bulan purnama, tapi alih-alih bulan yang memantulkan cahaya matahari ke pengamat di bumi, ini pemantulnya adalah debu, gas atau material halus lain di luar atmosfer. Posisi gegenschein ini ada pada antisolar point, atau titik imajiner di langit yang berkebalikan dengan posisi matahari saat itu. Yang membuat fenomena ini sulit diamati adalah karena cahayanya yang samar, jadi hanya bisa terlihat apabila langit sangat gelap. Pendaran lampu kota, apalagi jika banyak polutan di udara, akan membuat fenomena ini tak dapat diamati. Penulis rasa ini adalah penjelasan yang lebih sesuai dengan apa yang penulis amati saat itu.
Mungkin Galaksi Bima Sakti yang tengah terlihat?
Penulis rasa tidak, karena di dalam area 'kabut' tak tampak banyak bintang.
Googling sejenak lalu nemu fenomena bernama gegenschein. Gegenschein adalah fenomena antariksa berupa pendar cahaya yang amat pudar di langit, yang diduga merupakan 'pantulan' cahaya matahari oleh material di angkasa luar. Bayangkan seperti bulan purnama, tapi alih-alih bulan yang memantulkan cahaya matahari ke pengamat di bumi, ini pemantulnya adalah debu, gas atau material halus lain di luar atmosfer. Posisi gegenschein ini ada pada antisolar point, atau titik imajiner di langit yang berkebalikan dengan posisi matahari saat itu. Yang membuat fenomena ini sulit diamati adalah karena cahayanya yang samar, jadi hanya bisa terlihat apabila langit sangat gelap. Pendaran lampu kota, apalagi jika banyak polutan di udara, akan membuat fenomena ini tak dapat diamati. Penulis rasa ini adalah penjelasan yang lebih sesuai dengan apa yang penulis amati saat itu.
kurang lebih seperti inilah 'kabut putih angkasa' yang penulis lihat. tapi bintang-bintangnya tak sebanyak ini sih. Gambar dari laman Wikipedia tentang artikel gegenschein. |
Tak sempat memotret, karena tak punya kamera yang bisa memotret bintang, lagian kapal juga bergerak cepat (laut sedang tenang soalnya, mungkin kondisi sea state 1-2 pada skala WMO).
Kawan, sungguh momen seperti itu akan membuat kita menyadari betapa kecilnya diri kita di hadapan Sang Pencipta. Masih mau sombongkan apa lagi coba?
Komentar
Posting Komentar
Silahkan memberi kritik, saran, usulan atau respon lain agar blog saya yang masih amatir ini bisa dikembangkan dan menjadi lebih bermanfaat lagi :)
Nuwus . . .